Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Edy Can
JAKARTA. Bank Dunia memperkirakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi global akan berdampak terhadap Indonesia pada tahun depan. Akibatnya, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 6,2% dari sebelumnya 6,3%.
Shubham Chauduri, Lead Economist Bank Dunia di Indonesia mengatakan, krisis global itu akan memukul arus portofolio, harga komoditas dan permintaan eksternal serta domestik di Indonesia. "Ada risiko yang lebih buruk. Skenario ini dipicu oleh pembekuan dari pasar keuangan internasional yang dapat menyebabkan penurunan dan parah berkepanjangan di negara berkembang utama. Indonesia harus cukup siap untuk skenario seperti itu," kata Shubham di Jakarta, Rabu (14/12).
Menurutnya, dampak dari krisis Eropa mulai terlihat dari neraca keuangan Indonesia yang bergerak defisit pada kuartal III tahun ini dan jumlah cadangan devisa yang mulai tergerus. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, jumlah cadangan devisa per akhir November 2011 lalu sudah turun US$ 2 miliar dollar dalam sebulan menjadi US$ 111,3 miliar dibandingkan akhir Oktober sebesar US$ 113,962 miliar. Namun, Shubham bilang jumlah cadangan devisa ini masih cukup besar dan dapat menutupi 2,3 kali jumlah utang luar negeri jangka pendek yang jatuh tempo.
Shubham memuji ketahanan pasar domestik Indonesia yang membuat pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5% di kuartal III tahun ini. Dia mengatakan, tahun ini Indonesia masih akan tumbuh 6,4%.
Dia bilang pertumbuhan ekonomi ini melemah di akhir 2011 karena krisis ekonomi global sudah mulai berimbas dari jalur perdagangan Indonesia. “Tanda-tanda awal pengaruh perlambatan ekonomi terlihat dari penurunan ekspor bulanan dan neraca perdagangan,” imbuhnya.
Deputi bidang Perdagangan dan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Eddy Putra Irawady mengatakan, perlambatan ekonomi global yang paling parah memang berasal dari zona Eropa dan Amerika Serikat. “Kalau lihat dari ekspor, kita tidak terlalu signifikan pengaruhnya. Dari segi trade channel tidak terlalu terpengaruh karena hanya 8-9% ke Eropa dan AS,” ujarnya.
Dari sisi sektor keuangan, Eddy bilang, sisi perbankan masih cukup aman karena ruang fiskal yang tersedia masih cukup besar untuk melakukan intervensi dan mendorong ekonomi. Yang paling penting, lanjutnya adalah melindungi perekonomian Indonesia dari segi pasar domestik. “Pasar dalam negeri yang harus diamankan, itu yang paling penting,” katanya.
Sebelumnya, Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti juga mengatakan, peningkatan konsumsi domestik akan menjadi faktor andalan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di saat krisis global terjadi. “Pada tahun ini, konsumsi domestik masyarakat diasumsikan memberikan sumbangan pertumbuhan sampai 4,7% dan konsumsi pemerintah 3,8% dari PDB. Tahun depan konsumsi domestik akan memberi sumbangan lebbih besar,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News