Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Handoyo .
Adapun di dalam bansos, pemerintah membelanjakan sekitar 0,7% dari PDB atau lebih tinggi dari beberapa negara lain di kawasan Asia Tenggara, tetapi juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata LMIC.
Bank Dunia juga menyoroti investasi pada infrastruktur yang dianggap masih kurang memadai. Sebut saja antara tahun 2000 dan 2013, Indonesia membelanjakan rata-rata 3,6% dari PDB untuk infrastruktur per tahun. Jumlah ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan belanja infrastruktur di Tiongkok yang sebesar 17,7%, Malaysia 11,3%, dan Thailand 6,3%.
"Meskipun Indonesia telah meningkatkan belanja infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir, tetapi masih tetap belum memadai mengingat defisit infrastruktur yang besar sejumlah US$ 1,6 triliun dibandingkan negara berkembang lainnya," ungkap Bank Dunia.
Baca Juga: Dorong transaksi non tunai, BNI gandeng Gopay untuk isi ulang TapCash
Sebelumnya, Bank Dunia juga memperkirakan bahwa pemerintah perlu menambah alokasi belanja negara sebesar 4,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun, untuk dapat merealisasikan target pembangunan Indonesia.
Jumlah ini adalah perkiraan indikatif tingkat belanja yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat layanan minimum di dalam bidang kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan infrastruktur.
Tambahan rasio belanja ini, dibutuhkan karena Bank Dunia melihat tingkat belanja publik Indonesia secara keseluruhan masih relatif rendah. Khususnya, apabila dibandingkan dengan negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang lainnya (Emerging and Developing Market Economies/EMDEs).
Bank Dunia Menilai Belanja Publik Indonesia Masih Belum Efisienkebijakan belanja Indonesia untuk sektor kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan infrastruktur saat ini masih kurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News