Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemilihan umum (pemilu) 2024 telah usai. Sebanyak delapan partai politik (parpol) diperkirakan mendapat kursi di DPR berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) pemilihan legislatif (Pileg) 2024 dari sejumlah lembaga survei
Kedelapan parpol tersebut antara lain, PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, Nasdem, PKS, PAN, dan Partai Demokrat.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, gambaran parlemen baru 2024-2029 sejauh ini masih samar sampai KPU selesai melakukan proses perhitungan dan penentuan kursi-kursi anggota DPR nanti.
Sementara ini merujuk hasil Quick Count sejumlah lembaga, potensi jumlah parpol yang mengisi kursi parlemen kemungkinan besar 8 parpol. Itu artinya dibandingkan dengan periode sekarang minus 1 parpol.
Menariknya dari 8 parpol potensial itu, komposisi antara koalisi dan oposisi adalah 4 versus 4.
Baca Juga: PDIP Siap Jadi Oposisi, Sedangkan Nasdem Masih Tunggu Hasil Rekapitulasi
Adapun, 4 parpol mengusung Prabowo yakni Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat. Sedangkan 4 parpol pengusung Anies-Muhaimin dan Ganjar Mahfud adalah Nasdem, PKB, PKS, dan PDIP.
Dengan komposisi 4 versus 4 itu, Lucius membayangkan parlemen yang akan datang akan cukup bergairah.
"Dengan adanya komposisi parpol yang seimbang antara kekuatan koalisi dan oposisi, kita berharap akan ada dinamika yang lebih serius pada setiap proses pembuatan kebijakan dan juga kontrol terhadap pemerintah," ujar Lucius kepada Kontan, Jumat (16/2).
Menurut Lucius, gambaran DPR 2019-2024 yang cenderung menjadi stempel pemerintah karena koalisi gemuk parpol pendukung mungkin tak akan terlihat lagi.
Jadi parpol-parpol yang lolos parlemen tetapi tidak menjadi bagian dari mengusung presiden dan wakil presiden semestinya tak perlu tergoda untuk bergabung dengan pemerintah jika ingin punya posisi politik yang bermakna di parlemen nanti.
Masyarakat harus mulai membiasakan melihat konsistensi parpol-parpol termasuk jika menjadi oposisi.
Sebab, peran oposisi menjadi penting untuk memastikan peran check and balances parlemen berjalan maksimal.
"Jika jumlah oposisi kecil, maka dengan mudah pemerintah mendikte kebijakan tanpa takut akan perlawanan parlemen," pungkas Lucius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News