Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Ancaman shortfall penerimaan pajak pada 2025 tidak hanya menekan ruang fiskal pemerintah, tetapi juga berpotensi memangkas besaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Berdasarkan skema resmi dalam Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 211 Tahun 2017, realisasi penerimaan pajak menjadi faktor terbesar dalam menentukan besaran tukin yang diterima pegawai setiap tahun.
"Pemberian tukin berdasarkan realisasi penerimaan pajak secara proporsional yaitu berdasarkan realisasi tiap unit kerja," dikutip dari Laporan Tahunan DJP 2024, Jumat (5/12/2025).
Baca Juga: Duh, Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Nonkaryawan Terendah dalam 5 Tahun
Hingga memasuki kuartal akhir 2025, tren penerimaan pajak menunjukkan perlambatan dibandingkan target yang ditetapkan.
Risiko shortfall pun menguat seiring pelemahan aktivitas ekonomi dan tekanan pada sejumlah sektor utama penyumbang penerimaan.
Kondisi ini berpotensi menurunkan nilai capaian kinerja organisasi DJP, yang menjadi komponen kunci dalam formula perhitungan tukin.
Peraturan menegaskan bahwa tukin pegawai DJP dihitung menggunakan formula:
Tukin = Konstanta × [(60% × Status Capaian Kinerja Organisasi) + (40% × Status Capaian Kinerja Pegawai)] × Tabel Tukin Berdasarkan Jabatan
Dengan porsi 60%, capaian kinerja organisasi menjadi faktor dominan. Indikator yang diukur mencakup capaian target penerimaan pajak dan pertumbuhannya, kinerja pendukung, hingga faktor internal seperti capaian kinerja pegawai dan karakteristik organisasi.
Artinya, setiap kali penerimaan pajak tidak mencapai target, nilai kinerja organisasi otomatis turun, dan secara langsung menurunkan besaran tukin yang akan dibayarkan kepada pegawai.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Tegas Tolak Permintaan Bos Danantara Soal Pembebasan Pajak BUMN
Regulasi juga mengatur bahwa besaran tukin hanya boleh naik maksimal 30% dari nilai dasar dan turun paling banyak 10%.
Selain itu, penetapan akhir tukin harus memperhitungkan kondisi keuangan negara, faktor yang sangat relevan di tengah tekanan APBN akibat shortfall.
Jika penerimaan pajak melemah dan belanja negara harus dikencangkan, pemerintah cenderung menetapkan tukin pada batas tengah atau bawah.
"Setiap tahunnya sebelum periode pembayaran tukin yang baru dimulai, DJP akan menyusun penetapan Capaian Kinerja Organisasi dan Karakteristik Organisasi," tulisnya.
Untuk diketahui, hingga Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.459,02 triliun atau 70,2% dari outlook.
Artinya, Otoritas Pajak masih harus mengumpulkan penerimaan Rp 617,9 triliun lagi di sisa dua bulan menuju akhir tahun 2025.
Selanjutnya: OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Simak Rincian Ketentuan Terbarunya
Menarik Dibaca: 7 Roti Paling Sehat untuk Stabilkan Gula Darah, Cek di sini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













