Reporter: Adinda Ade Mustami, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kurs tengah Bank Indonesia mencatat, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) April 2015 ada di Rp 12.946,36 per dollar, menguat dibandingkan sebulan sebelumnya di Rp 13.069,86. Namun, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tetap perlu waspada karena rupiah selalu melemah di akhir semester pertama.
Biasanya, rupiah loyo pada Mei dan Juni. Tahun lalu misalnya, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada kurs tengah BI pada Mei Rp 11.525,94, melemah dibandingkan April yang Rp 11.435,75. Lalu di Juni melemah lebih dalam lagi, dengan rata-rata bulanan Rp 11.902,16. Usut punya usut, hal ini terjadi lantaran kebutuhan valuta asing di periode itu sangat besar. Sebagian untuk membayar utang jatuh tempo, sebagian lagi repatriasi aset.
Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun ini. Bahkan, kemungkinan dampaknya kepada pelemahan rupiah bisa lebih dalam lagi. Soalnya, utang jatuh tempo dan repatriasi aset semakin besar, sehingga kebutuhan valuta asing makin banyak.
Catatan BI per akhir Februari 2015, utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo kurang dari setahun US$ 57,66 miliar, naik dari periode sama tahun lalu hanya US$ 54,45 miliar. Sebagian besar utang jatuh tempo ini berasal dari swasta (lihat tabel). "Mei dan Juni adalah puncak pembayaran utang, ditambah dengan repatriasi aset, itu kombinasi pas yang melemahkan rupiah," ujar Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Asset Management, Minggu (19/4).
Menurut Lana, nilai repatriasi aset mencapai US$ 8 miliar. Dengan beban utang yang kian besar, potensi pelemahan rupiah tahun ini pun semakin tinggi. "Tahun 2013, rupiah terdepresiasi 300 poin, tahun lalu 500, tahun ini saya perkirakan 600," ujar Lana.
Nah, agar pelemahan itu tak terjadi, pemerintah harus segera melakukan antisipasi jangka pendek hingga Juni mendatang. Pertama, pemerintah harus ikut mengawasi penerapan undang-undang mata uang, yakni menghukum pelaku transaksi non rupiah di pasar domestik. Kedua, mengoptimalkan aturan lindung nilai (hedging). Ketiga, mengeluarkan insentif untuk mencegah repatriasi aset.
Direktur Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, pihaknya akan memastikan suplai valuta asing yang cukup untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah. BI akan mengoptimalkan keberadaan instrumen seperti term deposit valuta asing untuk menjaga dollar. BI juga berjanji akan tetap berada di pasar untuk mengawal jual beli valas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News