kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -21.000   -1,06%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

Austalia Komplain Soal Hukuman Mati Warga Negaranya


Selasa, 16 Februari 2010 / 14:58 WIB
Austalia Komplain Soal Hukuman Mati Warga Negaranya


Reporter: Epung Saepudin | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Kejaksaan Agung kedatangan tamu dari Kedutaan Besar Australia, yakni Paul Griffiths (Konselor Politik) dan Emily Street (Sekretaris Politik). Kedatangan mereka untuk membicarakan beberapa isu hukum yang tengah menjadi menjadi pemberitaan di Australia terkait rencana vonis mati terhadap warga Australia dalam kasus narkotika.

"Permasalahan tersebut di antaranya kasus Adrian Kiki dan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto, Selasa (16/2). Didiek bilang, Pemerintah Australia tidak akan mempengaruhi proses hukum di Indonesia tapi hanya ingin mengetahui bagaimana sebenarnya fakta hukum/objektivitas dari suatu kasus yang sedang diproses di Indonesia. "Di Australia kini tengah ada pemilihan umum, itu menjadi isu sensitif," katanya.

Pemerintah Australia telah menghapuskan pidana mati sejak 1961 sementara Indonesia masih memberlakukan pidana mati dengan alasan masih berlakunya UU yang mengatur tentang pidana mati tersebut, Indonesia juga masih memerlukan adaya pidana mati."Pemberlakuan pidana mati tidak untuk semua tindak pidana melainkan hanya untuk kasus yang menarik perhatian masyarakat seperti kasus narkotika, obat-obatan terlarang, korupsi, dan terorisme," ujarnya.

Didiek mengatakan, soal pidana mati yang dipersoalkan Australia, sebenarnya baru dapat dilaksanakan melalui mekanisme tertentu. MIsalnya, setelah kasus tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap atau jika terpidana telah menggunakan semua haknya namun ditolak dalam upaya hukum luar biasa, seperti PK dan Grasi, sebagai upaya hukum terakhir bagi terpidana.

Ia bilang, dalam proses PK yang diajukan terpidana, hakim agung juga harus mempertimbangkan unsur-unsur yuridis sosiologis, politis suatu kasus. "Pemerintah Australia memang minta data soal vonis mati. Kasus-kasus ada hukuman mati, yang melibatkan warga Australia memang ada dalam kasus narkotika." ujar Didiek.

Catatan saja, tiga dari sembilan terpidana kasus penyelundupan 8,2 kilogram heroin di Bali pada 2005—dikenal dengan sebutan Bali Nine-divonis mati. Tiga terpidana mati itu kebetulan adalah warga Australia, mereka adalah Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan Scott Anthony Rush. Kejaksaan sendiri masih memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi mati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×