Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengirimkan surat presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana ke DPR.
Beberapa substansi RUU tersebut di antaranya RUU Perampasan Aset mengatur konsep perampasan aset secara non-conviction bassed forfeiture (NCA-AF), pengaturan konsep pembuktian terbalik ((illicit enrichment) dengan syarat dan mekanisme yang ketat, serta pengelolaan aset rampasan diserahkan ke Kejaksaan Agung karena telah memiliki Pusat Pemulihan Aset (PPA).
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai sudah seharusnya UU Perampasan Aset nantinya berisi substansi tersebut.
Penuntutan oleh orang yang merasa sebagai pemilik aset bisa membuktikan sebaliknya status aset yang disita melalui proses pembuktian di pengadilan. Dengan begitu sekaligus mekanisme ini mengakui konsepsi tentang pembuktian terbalik (illicit enrichnent).
Baca Juga: Surat Presiden tentang RUU Perampasan Aset Diterima DPR, PKS Siap Kaji Lebih Lanjut
Hal itu menjadi penting karena UU sekaligus mengakomodir kewenangan negara merampas aset yang diduga hasil kejahatan tanpa proses peradilan. Sekaligus juga mengakomodir hak masyarakat untuk membuktikan sebaliknya.
“Jadi cukup fair UU ini mengakomodir dua kepentingan yang berlawanan dan proses hukum di pengadilanlah yang akan menjadi acuan keabsahan perampasan atau sebaiknya keabsahan kepemilikan aset yang dirampas,” ujar Fickar saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (9/5).
Menurut Fickar, UU Perampasan Aset pada akhirnya akan mengarah pada sistem common law yang tidak mendikotomi proses perdata dan pidana. Dia menyebut, aset yang dirampas mesti menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, setelah dikirimnya surpres RUU Perampasan Aset, pemerintah akan menunggu pembahasan RUU tersebut di DPR.
Baca Juga: DPR Akan Bahas RUU Perampasan Aset Usai Reses
Pemerintah berharap pembahasan RUU Perampasan Aset bisa secepatnya dilakukan pada masa sidang berikutnya. Pengesahan RUU juga diharapkan dapat bisa dilakukan pada masa sidang tersebut. Adapun, masa sidang DPR berikutnya diperkirakan akan dimulai pada 16 Mei.
“RUU Perampasan Aset saat ini sangat kita butuhkan dalam pencegahan, penanganan masalah tindak pidana korupsi,” ujar Ade.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News