kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.378.000   -2.000   -0,08%
  • USD/IDR 16.690   14,00   0,08%
  • IDX 8.602   80,24   0,94%
  • KOMPAS100 1.193   12,91   1,09%
  • LQ45 865   7,60   0,89%
  • ISSI 304   4,46   1,49%
  • IDX30 446   2,37   0,53%
  • IDXHIDIV20 515   2,35   0,46%
  • IDX80 134   1,57   1,18%
  • IDXV30 138   1,84   1,35%
  • IDXQ30 142   0,70   0,49%

Aturan Pencairan Baru Dana Desa Tuai Sorotan, Dinilai Ganggu Fiskal Desa


Rabu, 26 November 2025 / 20:50 WIB
Aturan Pencairan Baru Dana Desa Tuai Sorotan, Dinilai Ganggu Fiskal Desa
ILUSTRASI. Wisatawan mancanegara berjalan di area persawahan saat berkunjung di Desa Wisata Jatiluwih. Kemenkeu memperketat tata kelola Dana Desa melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/2025 yang merevisi PMK 108/2024. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/bar


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperketat tata kelola Dana Desa melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/2025 yang merevisi PMK 108/2024.

Aturan baru ini menegaskan bahwa penyaluran Dana Desa harus selaras dengan kebijakan Presiden yang mendorong pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai penggerak ekonomi desa.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, aturan tersebut memiliki banyak risiko. Pertama, banyak desa belum siap secara kelembagaan, sehingga koperasi berpotensi hanya jadi formalitas untuk memenuhi syarat administratif.

“Dalam kondisi ini, risiko fiskal justru pindah ke desa karena kalau koperasinya gagal, APBDes yang terdampak,” tutur Yusuf kepada Kontan, Rabu (26/11/2025).

Baca Juga: Kuota Domestik Kawasan Berikat Dipangkas, Menkeu: Dikembalikan ke Jalur Semestinya

Kedua, akan ada mis-alokasi. Kepala desa bisa terdorong mengutamakan pembentukan koperasi daripada belanja prioritas seperti infrastruktur dasar, hanya agar pencairan tahap berikutnya tidak tersendat. Ini membuat kualitas belanja desa rentan turun.

Ketiga, pengawasan cenderung administratif. Dokumen bisa lengkap, tetapi kinerja koperasinya belum tentu ada. Tanpa audit dan monitoring nyata, moral hazard mudah terjadi.

Keempat, ada risiko crowding-out ruang fiskal desa untuk pembangunan bisa menyempit jika sebagian anggaran diarahkan ke koperasi yang belum tentu produktif.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai, kebijakan yang mewajibkan desa memiliki Kopdes Merah Putih sebagai syarat pencairan dana desa pada dasarnya menunjukkan pergeseran orientasi negara, dari belanja publik menuju dorongan pembentukan unit ekonomi desa.

Namun menurutnya, ketika prasyaratnya bersifat seragam dan administratif, risikonya justru besar.

“Banyak desa belum punya kesiapan manajerial maupun potensi usaha yang memadai, sehingga koperasi bisa lahir hanya sebagai badan hukum formal tanpa kapasitas bisnis,” tutur Rizal.

Baca Juga: Mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo Diperiksa Kejagung, Begini Respons Menkeu Purbaya

Dalam kondisi itu, Rizal menilai, skema jaminan terakhir di mana dana desa dapat dipotong bila koperasi gagal bayar berpotensi mengorbankan layanan dan pembangunan publik di desa.

Lebih lanjut, Rizal menambahkan, masalah lain yang akan muncul dari kebijakan ini adalah tata kelola. Menurutnya struktur pengawasan desa selama ini masih rentan terhadap elite capture, minim transparansi, dan lemahnya laporan keuangan.

“Jika koperasi dikendalikan segelintir elite, risiko salah urus, konflik kepentingan, hingga moral hazard meningkat,” ungkapnya.

Apalagi kebijakan yang mensyaratkan tingkat penyerapan tertentu sebelum pencairan tahap berikutnya bisa mendorong desa menghabiskan anggaran, bukan meningkatkan kualitas program. Alih-alih memperkuat ekonomi desa, tekanan administratif yang tumpang tindih ini justru bisa menciptakan distorsi baru.

Dengan begitu, Rizal menambahkan, kebijakan ini memerlukan koreksi desain. Pemberdayaan ekonomi desa hanya efektif bila berbasis kesiapan lokal, kapasitas SDM, dan tata kelola yang sehat.

Menurutnya, desa yang punya potensi bisa didorong menjadi model, bukan dipaksa seragam. Pengawasan independen, pendampingan profesional, dan transparansi koperasi harus menjadi fondasi.

“Tanpa itu, risiko fiskal dan tata kelola di tingkat desa akan jauh lebih besar daripada manfaat ekonomi yang ingin dihasilkan,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, Melalui PMK ini, mekanisme penyaluran tetap dilakukan dalam dua tahap, namun syarat pencairan tahap II diperketat. Desa wajib menyerahkan laporan realisasi penyerapan dan capaian output tahun sebelumnya, dengan penyerapan minimal 60% dan output 40%.

Selain itu, desa harus menyampaikan akta pendirian Koperasi Merah Putih atau bukti pengajuan ke notaris, serta surat pernyataan komitmen APBDes untuk mendukung koperasi tersebut. Ketentuan ini menjadi pembeda utama dibanding PMK sebelumnya.

Pemerintah daerah kini diwajibkan menyampaikan APBDes melalui aplikasi resmi Kemenkeu. Jika desa belum memiliki sistem elektronik, data tetap harus direkam secara manual di platform yang sama. Validasi penyaluran selanjutnya dilakukan melalui sistem OM-SPAN TKD, sehingga pusat dan daerah memiliki data yang terintegrasi.

Bupati dan wali kota juga diberi tugas tambahan untuk merekam pagu Dana Desa 2025 dan realisasi berbagai program 2024, sekaligus menetapkan desa yang layak salur. PMK 81/2025 turut menambah dua pasal baru, termasuk format resmi surat komitmen APBDes serta ketentuan batas waktu pemenuhan syarat tahap II.

Jika hingga 17 September 2025 syarat belum lengkap, penyaluran tahap II ditunda, bahkan dana yang tidak ditentukan penggunaannya dapat dibatalkan dan dialihkan untuk prioritas nasional.

Selanjutnya: Berobat Tanpa Cemas, Warga Puncak Jaya Puji Pelayanan BPJS Kesehatan di Jayapura

Menarik Dibaca: Hujan Ekstrem Landa Provinsi Ini, Cek Peringatan Dini Cuaca Besok (27/11) dari BMKG

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×