Sumber: Kompas.com | Editor: Herlina Kartika Dewi
Alasan Jokowi pilih "new normal"
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia akan memasuki tatanan kehidupan baru (new normal). Menurut Presiden Jokowi, masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19 karena virus itu tak akan hilang.
”Berdampingan itu justru kita tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan kedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan ketat,” kata Jokowi.
Di Indonesia, kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan. Sejauh ini, pusat perbelanjaan dan pasar tampak masih dijejali warga. Sebagian abai atas protokol kesehatan.
Baca Juga: Siap-siap kantor dan tempat kerja dibuka lagi, ini panduan kerja dari Menkes
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), syarat pelonggaran pembatasan sosial saat Covid-19, selain terjadi penurunan kasus selama tiga pekan, 80% kasus harus diketahui data kontak beserta klaster, serta turunnya angka kematian.
Syarat lainnya, jumlah pasien Covid-19 turun dua pekan. Demikian pula angka kematian penderita pneumonia.
Dikutip dari harian Kompas, Peneliti dari Fakultas Psikologi UI yang tergabung dalam Tim Panel Studi Sosial Covid-19, Dicky Pelupessy, mengatakan, saat ini sebagian warga mulai mencapai titik tak peduli terhadap risiko.
”Reaksi alamiah saat terjadi wabah dan bencana adalah kecemasan dan ini memicu respons fight (melawan) atau flight (abai),” ujar dia.
Berdasarkan survei yang dilakukan Panel Studi Sosial Covid-19 terbaru, ditemukan bahwa PSBB ini berdampak pada penghasilan. Ada 17,3% responden kehilangan pekerjaaan dan 44,3% sebagian besar penghasilannya turun.
Sebanyak 43,4% merasa bisa bertahan tanpa bantuan pemerintah. Sisanya bervariasi, ada yang menyatakan bisa bertahan hingga PSBB berakhir 22,1%, lainnya hanya dalam beberapa hari.
Ada 10,2% orang terdampak psikologis dengan gejala serius. Mereka didominasi kelompok usia 45 tahun ke bawah atau kelompok usia produktif.
Rentang usia 45 tahun ke bawah, dalam bahasa psikologi perkembangan, memasuki tugas perkembangan, meliputi bersosialisasi, berkeluarga, dan menghidupi keluarga.
”Awalnya orang bertahan dan melawan saat tertekan ekonomi dan psikologis,” kata Dicky.
Namun, saat tekanan ekonomi kian kuat dan secara psikologis mereka lelah, respons menjadi tak peduli.
”Turunnya kepercayaan kepada pemerintah karena inkonsistensi dan komunikasi risiko buruk akan menambah sikap abai pada risiko ini, seperti terlihat dengan pengabaian PSBB,” jelas dia. (Muhammad Idris)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul: "Aturan New Normal: Jarak Antar-karyawan di Kantor Minimal 1 Meter"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News