kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Aturan Devisa Hasil Ekspor SDA Terbit, Ini Catatan Ekonom untuk Pemerintah


Jumat, 14 Juli 2023 / 19:43 WIB
Aturan Devisa Hasil Ekspor SDA Terbit, Ini Catatan Ekonom untuk Pemerintah
ILUSTRASI. terbitnya aturan devisa hasil ekspor SDA akan dapat meningkatkan devisa dan stabilitas rupiah ke depannya.KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan aturan mengenai ketentuan devisa hasil ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam (SDA).

Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023. Dalam PP tersebut, para eksportir  diwajibkan menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) paling sedikit 30% dalam sistem keuangan Indonesia dengan jangka waktu minimal tiga bulan.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya mengatakan, terbitnya aturan tersebut akan dapat meningkatkan devisa dan stabilitas rupiah ke depannya, khususnya untuk menjadi tambahan buffer dalam menghadapi risiko ketidakpastian keuangan global.

Baca Juga: Ekonom Ini Pertanyakan Alasan Sektor Manufaktur Tak Masuk di Aturan DHE

"Lebih stabil dengan ekspektasi peningkatan cadangan, ini mengembalikan rupiah ke kisaran di bawah Rp 14.900. Sekarang sudah overwight," ujar Banjaran kepada Kontan.co.id, Jumat (14/7).

Namun, ia memberikan catatan terhadap aturan tersebut. Pertama, ia mempertanyakan alasan sektor manufaktur tidak masuk dalam sektor yang diwajibkan parkir DHE di dalam negeri. Padahal, sektor manufaktur mencakup 70% dari nilai ekspor Indonesia, sehingga memiliki potensi DHE yang lebih besar.

"Namun harapan tersebut sepertinya masih harus diundur karena kewajiban parkir DHE tersebut masih ditujukan hanya kepada sektor SDA," kata Banjaran.

Kedua, kesulitan teknis dalam pengawasan terhadap eksportir. Dalam PP disebutkan bahwa DHE SDA yang tidak boleh dipindahkan dalam jangka waktu tertentu adalah sebesar 30%.

Namun, menurut Banjaran, akan menjadi tantangan dalam mengidentifikasi besaran tersebut dan compliance-nya, meskipun disebutkan akan ada sanksi administratif yang akan dikenakan oleh Kementerian Keuangan apabila tidak mematuhi aturan tersebut.

"Kemudian, perlu dicek untuk insentif fasilitas perpajakan yang akan ditetapkan kepada ekspotir yang bereputasi baik (dengan menempatkan DHE SDA di dalam negara), apakah sudah cukup menarik atau belum," katanya.

Baca Juga: Menimbang Untung Rugi Terbitnya Aturan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (SDA)

Ketiga, lebih lanjut terkait faktor insentif, perlu dilihat dari pertimbangan secara keuangan. Dari perspektif bisnis, Banjaran bilang, penempatan DHE di dalam negeri akan menghasilkan return yang lebih kecil dibandingkan di negara tetangga, seperti Singapura.

"Sehingga non-operational income perusahaan SDA yang berorientasi ekspor akan berkurang tapi tidak signifikan. Cash flow dari kegiatan investasi perusahaan ekspotir akan sedikit berkurang, tetapi tidak akan berdampak penuh terhadap operasional perusahaan karena belum memengaruhi sumber pendapatan utama (penjualan komoditas ekspor)," terang Banjaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×