Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sangat terburu-buru. Di masa pandemi virus corona (Covid-19) harusnya pemerintah fokus pada aspek penanganan Covid-19.
"Kalau alasan atau argumentasi pemerintah atau siapapun itu bahwa ini buat bagian mempercepat investasi masuk, saya rasa di masa pandemi ini tidak ada satu negara pun yang memikirkan situasi ekonominya. Tetapi lebih bagaimana penanganan kesehatan rakyatnya dalam penanganan Covid-19. Negara lain konsentrasi dalam penangan Covid-19," jelas Mirah saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/10).
Maka percepatan pengesahan RUU Cipta Kerja tidak memiliki urgensi. Mirah menilai, beleid Cipta Kerja akan menurunkan kesejahteraan masyarakat terutama para pekerja dan buruh.
Baca Juga: Pengusaha yakin RUU Cipta Kerja bisa mengerek daya saing Indonesia
"Kenapa menurunkan karena UU yang berlaku eksisting itu hilang dari mulai kontrak seumur hidup, outsourcing juga diperluas, pesangon juga dikurangi, lalu upah minimum sektoral dan upah minimim provinsi juga ada syaratnya. Nah ini yang juga yang bisa menurunkan kesejahteraan. UU apapun harusnya lebih baik bukan lebih buruk," imbuh Mirah.
Kata Mirah, Aspek Indonesia masih menimbang untuk mengajukan uji materi setelah RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang. Namun, Aspek Indonesia masih akan memperjuangkan jalan yang saat ini ditempuh.
"Uji materi belum ke arah sana, kita ada orang kompeten kita sudah siapkan kawan yang punya pendidikan baik di sisi hukum. Sementara ini, kami belum berpikir uji materi namun persiapan ada. Masih diperjuangkan dulu sampai saat ini," ujarnya.
Soal rencana aksi dan mogok nasional, Mirah menyampaikan, sampai saat ini belum ada perubahan rencana. Rencana tersebut masih sesua dengan progres yang sudah disusun.
Selanjutnya: DPR sahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News