kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

AS akan pangkas tarif pajak, Darmin: Biarkan saja


Selasa, 05 Desember 2017 / 18:39 WIB
AS akan pangkas tarif pajak, Darmin: Biarkan saja


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Reformasi Pajak yang dicanangkan Presiden AS Donald Trump dan Partai Republik telah disahkan oleh Senat Amerika Serikat (AS). Trump berniat memangkas tarif pajak korporasi dari 35% menjadi 15%, yang lebih rendah dari tarif pajak korporasi di Indonesia sebesar 25%.

Hal ini membuat investor asing lebih tertarik untuk menanamkan modalnya ke AS dibanding ke negara berkembang sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di AS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, bagi Indonesia hal ini memang menimbulkan risiko, tetapi Indonesia belum perlu untuk mengambil sikap untuk juga memangkas tarif pajak korporasi. “Biarkan saja dulu,” kata Darmin di kantornya, Selasa (5/12).

Darmin menganggap, semua negara memiliki caranya masing-masing untuk mendorong perekonomiannya, termasuk AS. Indonesia hanya perlu fokus kepada misi-misi yang dimiliki.

“Masing-masing punya strategi punya untuk mengatasi persoalannya. Ya kalau AS mau memangkas pajak kita lihat seperti apa jadinya,” kata dia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri pada kuartal III-2017 tercatat 5,06% dibandingkan periode kuartal III-2016 yang sekitar 5,02%.

Darmin memproyeksi, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017 ini tidak akan lebih dari level 5,1%. “Kalau pertumbuhan ekonomi, karena bulan lalu 5,06% ya paling 5,1% sepanjang tahun. Tidak akan lebih, susah,” katanya.

Darmin menyatakan, kemungkinan ekonomi sepanjang tahun hanya bisa tumbuh di level 5,08% atau 5,09, “Kalau dibulatkan ya 5,1% lah,” kata dia.

Direktur Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, kalaupun ada langkah-langkah untuk ekonomi bisa melompat dari 5,08% ke 5,4% pada tahun depan, langkah tersebut harus bisa diakselerasi oleh pemerintah. Secara sektoral, menurut Enny, sektor yang bisa diakselerasi adalah industri manufaktur.

“Kami tidak bisa optimistis 5,4% tapi 5,1% kecuali ada terobosan untuk memicu manufaktur terutama yang padat karya dan mengefektifkan belanja-belanja desa untuk memacu daya beli masyarakat dan sebagainya, itu pun tidak bisa 5,4%, paling 5,2%,” jelasnya.

Ia melanjutkan, pemerintah hanya perlu fokus ke akselerasi tersebut. Hal lainnya, misalnya pemangkasan tarif pajak seperti yang ingin dilakukan Pemerintahan Amerika Serikat (AS) menurut Enny belum dibutuhkan.

“Pemerintah tidak akan berani karena ini kan sudah dekat tahun politik. Ada belanja-belanja yang sifatnya mandatory ada yang rutin. Jadi tidak bisa langsung dipangkah, akan ada keaduhan dalam jangka pendek,” kata dia.

Ia pun meramal daya beli masyarakat masih akan lesu di tahun depan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya sentimen negatif di pasar tenaga kerja dan sejumlah faktor lainnya, yang diprediksi pada akhirnya akan menggerus daya beli masyarakat.

“Selain tenaga kerja, faktor lainnya adalah stabilnya harga kebutuhan pokok,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×