Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Belum diperolehnya jawaban positif dari pemerintah terkait pemanfaatan tarif bea keluar minyak kelapa sawit atawa crude palm oil (CPO) membuat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) geram. Mereka berencana mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) ke Mahkamah Konstitusi terhadap APBN Perubahan 2012 yang baru-baru ini telah disahkan DPR RI.
Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Apkasindo mengatakan, bea keluar yang ditetapkan pemerintah sejak 1994 terhadap ekspor produksi CPO telah menghasilkan Rp 80 triliun sebagai pendapatan. Namun, menurut dia, hingga sekarang hasil pemasukan negara tersebut sama sekali belum dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan petani sawit.
Padahal dalam proses pembayaran tarif bea keluar, para pengusaha selama ini juga membebankan petani dengan turut memangkas harga jual tandan buah segar (TBS). Karena itu, "Untuk peningkatan kesejahteraan petani, kami menuntut pemerintah mengalokasikan anggaran secara bertahap senilai Rp 31 triliun yang dimulai pada tahun ini," kata dia, Rabu (11/4).
Sayangnya, kata Asmar, meskipun pihaknya telah mengajukan permohonan alokasi khusus kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian, APBN P 2012 yang telah disetujui DPR RI tidak mengatur anggaran program kesejahteraan petani kelapa sawit. Sehingga, pihaknya berencana melaporkan persoalan tersebut ke MK.
Asmar menambahkan, pihaknya mengusulkan alokasi anggaran tersebut diperuntukkan dalam empat program, yakni peremajaan perkebunan sawit seluas 1 juta hektare, dan bantuan sertifikasi lahan milik petani yang mencapai 3,8 juta ha. Selain itu, anggaran juga harus dialokasikan untuk program pelatihan dan bimbingan kepada petani, serta perbaikan infrastruktur di sentra perkebunan sawit milik masyarakat yang ada di 21 provinsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News