Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah jadi rahasia umum kalau sektor pertambangan sepanjang tahun ini suram. Kinerja beberapa perusahaan tambang terpantau turun akibat pelemahan ekonomi global seiring memanasnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdni mengamati bahwa kinerja perusahaan tambang memang belum ciamik. Sehingga dalam hal investasi, sektor unggulan Indonesia ini jadi kurang menarik di kalangan investor.
Baca Juga: BKPM catat sejumlah tantangan untuk menarik investasi
“Jangan mengandalkan sektor pertambangan sebagai fokus investasi. Karenanya harga komoditas cukup fluktuatif agak sulit sebab harga acuannya juga mengacu ke luar negeri, sehingga ketergantungan,” kata Hariyadi kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7).
Hariyadi menuturkan penurunan harga komoditas menjadi salah satu penyebabnya. Investasi sektor pertambangan terpantau merosot pada periode kuartal II-2019.
Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi kuartal II-2019 berdasarkan kacamata sektoral paling kecil diberikan oleh sektor pertambangan, Di mana menduduki posisi ke lima dengan kontribusi 7,5% atau sebanyak Rp 15,1 triliun dari total investasi sebanyak Rp 200,5 triliun.
Baca Juga: Begini penjelasan BKPM terkait adanya perubahan kontribusi investasi
Masalahnya, pertumbuhan secara year on year (yoy) terpantau melambat. Pada kuartal-II 2018 sektor pertambangan mampu berada di posisi kedua, dengan sumbangsih 16% terhadap total investasi yakni sebesar Rp 28,2 triliun.
Hariyadi memberikan contoh harga salah satu komoditas andalan Indonesia yakni batubara turun. Harga batubara di ICE New Castle Futures pada akhir bulan Juni berada di level US$ 68,85 per metrik ton. Sepanjang kuartal II-2019 harga si hitam melemah 22,24%.
Baca Juga: Tren investasi di Indonesia tengah meningkat, ini alasannya
"Apalagi minyak sawit, banyak sentimen negatif di sana terbaru masalah pembatasan ekspor Indonesia ke Uni Eropa (UE)," ungkap Hariyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News