kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

APBN Berisiko, Pemerintah Tak Bisa Terus-Terusan Tahan Kenaikan Harga BBM


Rabu, 08 Juni 2022 / 16:56 WIB
APBN Berisiko, Pemerintah Tak Bisa Terus-Terusan Tahan Kenaikan Harga BBM
ILUSTRASI. Pemerintah tak bisa terus-terusan menahan kenaikan harga BBM karena akan berisiko ke APBN.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah peningkatan harga energi global, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menahan harga energi dalam negeri, seperti bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan LPG 3 kg. Konsekuensinya anggaran subsidi energi dan kompensasi energi melonjak.

Namun, Kepala Ekonom Citibank Indonesia Helmi Arman mengingatkan, pemerintah tak bisa selamanya melakukan hal ini. Pasalnya, ini justru akan membawa risiko terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan.

“Bila pemerintah memutuskan tetap menjaga harga BBM setidaknya sampai 2024 atau sebelum pemilu, ini malah membawa risiko terhadap APBN,” tutur Helmi dalam bincang bersama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB), Rabu (8/6) secara daring.

Untuk saat ini, memang saat harga minyak naik, harga komoditas lain ikut naik. Ini kemudian juga membawa potensi pendapatan yang lebih besar bagi Indonesia, baik itu dari pendapatan perpajakan maupun pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Baca Juga: Ekonom Prediksi Inflasi pada 2022 Bisa Tembus 4,5%, Subsidi Diminta Tepat Sasaran

Namun, bila pemerintah tetap ingin menahan harga BBM dalam negeri tetap stabil selama beberapa waktu ke depan, tetapi harga komoditas non migas mengalami normalisasi, maka bisa membawa risiko pada APBN karena akan besar pasak daripada tiang.

“Kalau skenario harga minyak tetap tinggi, tetapi harga non minyak kemudian turun. Pemerintah mungkin makin terbatas ruang untuk menggelontorkan subsidi. Karena, pendapatan juga berpotensi menurun. Ini merupakan skenario yang berisiko,” jelas Helmi.

Helmi mengimbau pemerintah tetap waspada dan melihat perkembangan ke depan. Langkah yang diambil haruslah langkah yang hati-hati dan tetap harus menjaga kestabilan dan pergerakan anggaran dalam negeri.

Namun sejauh ini, ia sangat mengapresiasi langkah pemerintah untuk menjaga harga energi dalam negeri. Pasalnya, ini akan menjaga daya beli masyarakat dan bermuara pada penguatan pertumbuhan ekonomi domestik.

Baca Juga: Harga Komoditas Melonjak, Defisit APBN Masih Bisa di Bawah 3% PDB pada 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×