Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID- JAKARTA. Pembayaran bunga utang pemerintah masih akan menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024. Pasalnya, pembayaran bunga utang tahun ini meningkat, meski realisasi di sepanjang 2023 lebih rendah dari target.
Dokumen APBN Kita yang diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pertengahan Januari 2024 memperlihatkan, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah 2023 mencapai Rp 439,88 triliun.
Bunga utang ini setara 99,66% dari target APBN 2023 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023.
Baca Juga: Pembayaran Bunga Utang Tahun 2024 Naik 11,55% dari Tahun Lalu, Ini Sebabnya
Sementara dalam Perpres 76/2023 tentang APBN 2024, pemerintah mengalokasikan pembayaran bunga utang sebesar Rp 497,3 triliun, naik 11,55% dari realisasi tahun lalu.
Jumlah tersebut meliputi pembayaran bunga utang dalam negeri Rp 456,8 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp 40,4 triliun. Namun dibandingkan total belanja negara tahun ini, alokasi pembayaran bunga utang itu setara 14,96%.
Rasionya tertinggi dibandingkan lima tahun terakhir. Berdasarkan perhitungan KONTAN, rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja negara tahun 2019 mencapai 11,93%, 2020 (12,1%), 2021 (12,32%), 2022 (12,48%), dan 2023 (14,09%).
Baca Juga: Pembayaran Bunga Utang Tahun 2024 Meningkat 11,55% dari Tahun Lalu
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu, Suminto mengatakan, pembayaran bunga utang akan dilakukan sesuai jadwal yang ditentukan. "Nanti misalnya Januari akan bayar berapa, tanggal berapa, dan seterusnya sampai September," kata Suminto.
Menurut dia, pemerintah akan membayar bunga utang itu pada awal 2024 dengan menggunakan kas negara dari hasil pendapatan yang diperoleh pada tahun sebelumnya. Sementara di bulan-bulan berikutnya akan menggunakan pendapatan tahun berjalan seperti yang dianggarkan.
Adapun pembayaran bunga utang mengalami tren peningkatan seiring penambahan outstanding utang pemerintah.
Selain itu, pembayaran bunga utang juga didasarkan pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tingkat bunga surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun, referensi suku bunga pinjaman serta asumsi spread-nya, diskon penerbitan SBN, serta perkiraan biaya pengadaan utang baru.
Baca Juga: Pembayaran Bunga Utang Tahun 2024 Meningkat 11,55% dari Tahun Lalu
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, bunga utang pemerintah cukup membebani ruang fiskal yang semakin terbatas.
"Di sisi lain, upaya meningkatkan penerimaan negara juga semakin tidak mudah di saat ekonomi global melambat dan harga komoditas melesu," tutur dia, kemarin. Oleh sebab itu, jika risiko tahun ini masih besar, Eko mengimbau pemerintah mengerem belanja agar defisit anggaran tidak membengkak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News