kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Antiklimaks Jokowi


Senin, 14 April 2014 / 11:17 WIB
Antiklimaks Jokowi
ILUSTRASI. Makanan yang Banyak Mengandung Kolesterol. KOMPAS IMAGES / RODERICK ADRIAN MOZES


Reporter: Umar Idris | Editor: Umar Idris

Pengantar

Artikel opini "Antiklimaks Jokowi" telah terbit di Harian KONTAN, Senin, 14 April 2014. Kami menurunkan lagi artikel ini di Kontan.co.id agar tulisan ini semakin banyak menjangkau masyarakat. Opini Christianto Wibisono menyapa pembaca setiap hari Senin di Harian KONTAN. Selamat membaca.

Antiklimaks Jokowi

Oleh Christianto Wibisono,
Pendiri Institute Kepresidenan Indonesia

Calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan acara Mata Najwa, Rabu malam (9/4), dengan galau karena antiklimaks quick count yang menyetop PDI Perjuangan dari presidential threshold. Jika angka itu riil, PDI Perjuangan dan Jokowi, betapa pun merasa kuat, harus kowtow atau berlutut ke partai gurem hanya untuk memenuhi syarat pencalonan presiden.

Jadi persis sama dengan uang pecahan Rp 1.000. Jika Anda harus membayar dengan jumlah Rp 1 juta, tapi Anda cuma punya Rp 999.000, orang yang meminjami Anda pecahan Rp 1.000 pasti akan jual mahal. Dan nilai pecahan Rp 1.000 itu bisa menjadi bernilai Rp 50.000 sekadar supaya Anda lolos jadi menjadi capres. Inilah tragedi 9 April untuk PDI Perjuangan dan Jokowi yang bisa dibaca dari berita media massa regional yang terpukau oleh Jokowi Effect.

Antiklimaks ini sudah sering dianalisis dan disodorkan oleh pakar dan pengamat. Tapi elite PDIP terutama Megawati dan Puan Maharani ternyata memang tidak berjiwa besar seperti Ted Kennedy mengorbitkan Obama. Jika Anda setengah-setengah, maka bisa berdampak fatal dan itulah yang terjadi.

Kinerja PDIP dan Jokowi di bawah ekspektasi (below expectation), jauh di bawah target minimal, apalagi optimal maksimal. Mengejutkan adalah Partai Gerindra yang naik empat kali lipat sehingga mengukuhkan klaim Prabowo bahwa dia adalah alternatif terkuat sebagai pesaing Jokowi yang sedang mengalami kemerosotan dari scenario survey yang muluk muluk pra 9 April.

Hasil pemilu 9 April membuktikan A Hok mirip Nabi Yusuf yang menafsirkan mimpi Firaun Mesir. Di depan seminar Reformed Center for Religion and Society bersama pembicara Dr Steven Tong, Romo Magnis, Maruarar Sirait, dan Dr Benyamin Intan, Wakil Gubernur DKI Jakarta itu menyatakan bahwa menghadapi hari pemilihan (voting) kita harus berani dan siap kalah. Karena Yesus saja divoting oleh massa Amok di depan Pontius Pilatus, malah kalah oleh Barabas. Kalau Barabas diizinkan menang dan Yesus kalah, ya, itu rahasia Tuhan. Dalam konteks capres bermasalah maka dua nama Stevanus dan Saulus alias Paulus mendominasi filosofi diskusi.

Bagi non Kristen, cerita Stevanus dan Saulus barangkali kurang menggigit. Karena peralihan agama seseorang dari non-Islam ke Islam dianggap suatu keniscayaan menjadi mualaf, maka tokoh seperti itu kurang signifikan.

Riwayat agama Kristen pernah mengalami misteri rencana dan skenario Tuhan. Saulus adalah orang Romawi algojo umat Kristen yang membunuh Stefanus sebagai martir. Namun Saulus kemudian dijatuhkan dari kuda saat hendak memasuki kota Damaskus untuk meneruskan pembantaian terhadap ummat Kristen. Dia ditegur langsung oleh Yesus dan sejak itu berubah menjadi Paulus, penginjil paling berani dan terkenal yang melampaui 11 Rasul Yesus termasuk Petrus pengganti Yesus.

Dalam kancah politik Indonesia, di kalangan Kristen, legenda Saulus menjadi Paulus bisa jadi metafora tampilnya Prabowo mengubur isu sekitar Mei 1998. Namun Pendeta Steven Tong yang memakai nama Stefanus mengatakan, seorang dari Saulus menjadi Paulus bukan karena klaim diri sendiri melainkan ditentukan dan diketahui oleh Tuhan sendiri Yang Maha Tahu. Sedangkan manusia serba tersembunyi antara retorika dan substansi.

Dan menurut mendiang Mochtar Lubis, penyakit orang Indonesia paling berbahaya dan berdampak negatif bagi kinerja bangsa ini adalah kemunafikan: tidak satunya kata dan perbuatan. Dengan kata lain, antiklimaks Jokowi adalah hukuman Tuhan bagi elite Indonesia yang suka berselingkuh politik tidak ksatria dan Ken Arok tulen terhadap sesamanya.

Dua kekuatan

Pendulum sistem politik RI selalu mengayun dari ekstrem multipartai parlementer ke otoriter presidensial. Sekarang dinilai berada pada presidensial yang gemetar takut kepada parlementer sehingga sistem sekarang ibarat sistem kumpul kebo presidensial dengan parlementer. Untuk menyelamatkan sistem presidensial tanpa harus kembali ke otoriter totaliter, dengan kondisi objektif 2014 ini, elite Indonesia harus memimpin bangsa ini dengan memberdayakan sistem kepresidenan dwi partai.


Saya mengusulkan capres Jokowi memimpin Front Banteng Nasional koalisi partai nomor urut 1-2-7-8-4-5-15 (Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, Golkar, dan PKPI) yang bisa menjamin integrasi pemilu legislatif dan pemilu presiden sebanyak dua kali pemilihan saja. Sedangkan capres Prabowo memimpin Kelompok Terbang (Kloter) Garuda, yaitu partai nomor 3-6-9-10-14 (PKS, Gerindra, PPP, Hanura, dan PBB).

Kedua kutub ini harus memiliki gentleman agreement siap menang atau kalah. Yang menang harus magnanimous, membiarkan yang kalah menjadi oposisi untuk bertanding lima tahun lagi. Bukan winner take all mengeliminasi yang kalah.

Dengan sistem ini rakyat dijamin tidak akan diadu domba atau dikorbankan seperti konflik politik masa lalu yang penuh dendam kesumat dan angkara murka serta moral daulat culik sebagaimana ditulis oleh Salim Said. Marilah kita semua mewujudkan konsolidasi demokrasi dengan mantap, matang, dewasa, beradab dan menghormati golden rule: lakukan kepada sesama apa yang anda ingin sesama manusia memperlakukan Anda dan jangan lakukan apa yang Anda tidak ingin orang lain memperlakukan Anda.

Dan dalam sebuah persaingan, hormatilah pemenang yang memang lebih unggul, tidak perlu cemburu dan benci seperti Kain membunuh Habil. Semoga usulan ini memperoleh gema kedamaian dan kebahagiaan menyambut pemilihan pimpinan nasional secara beretika, terhormat, dan bersih dari dendam kesumat angkara murka. Semoga presiden RI ke-7 dan wapres RI ke-12 akan mengantarkan Indonesia Incorporated menuju Indonesia sebagai nation state ke-4 dalam kualitas substansial, bukan sekadar kuantitas angka demografi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×