Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rekor baru dicatatkan oleh Indonesia. Menurut catatan Bank Indonesia (BI), nilai cadangan devisa Indonesia per Desember 2017 berada di level tertinggi sepanjang sejarah, yakni mencapai US$ 130 miliar.
Kenaikan cadangan devisa ini bisa menjadi sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Sebab dengan cadangan devisa yang cukup besar, Indonesia akan memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi gejolak dari luar.
Jumlah itu naik signifikan dibanding dengan posisi akhir November 2017 yang sebesar US$ 125,97 miliar Menurut data BI, dengan cadangan devisa akhir tahun yang lebih dari US$ 130 miliar, sepanjang tahun lalu cadangan devisa Indonesia meningkat US$ 14 miliar. Sebagai perbandingan, per Desember 2016, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 116,4 miliar.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, salah satu pendorong kenaikan cadangan devisa adalah penerbitan global bond. Pemerintah merilis global bond itu sebagai pre funding 2018. Nilai global bond yang diterbitkan beberapa waktu lalu itu mencapai sebesar US$ 4 miliar.
Toh, kenaikan cadangan devisa ini menyisakan anomali baru. Agus menyayangkan, kenaikan cadangan devisa itu tidak diikuti dengan penguatan kurs rupiah.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah per 4 Desember 2017 ada di level Rp 13.527 per dollar AS dan pada 29 Desember 2017 ada di level Rp 13.548 per dollar AS.
Menurut Mantan Menteri Keuangan ini, sepanjang 2017, kurs rupiah justru terdepresiasi 0,7% year to date hingga akhir Desember 2017. "Setelah tahun sebelumnya terapresiasi lebih dari 2,3% " ujarnya, Kamis (4/1).
Namun, kata Agus, jika dibandingkan negara lain yang terdepresiasi 5%-10%, rupiah relatif terjaga di tengah gejolak ekonomi global. Maklum, dunia masih dihantui agenda kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan pemangkasan tarif pajak AS. "Kalau dilihat volatilitas nilai tukar rupiah ada di kisaran 3%, tahun lalu 8%. Berarti menunjukkan volatilitasnya baik," tambah Agus.
Berpotensi naik lagi
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menilai kurs rupiah sampai akhir Desember 2017 telah berada di level yang baik. Bahkan, dia bilang, BI tak perlu ada di pasar lantaran suplai dan permintaan valuta asing (valas) mencapai titik temu.
"Karena eksportir mau jualan. Kemarin saja eksportir jual US$ 900 juta. Artinya ada demand dari importir dan pembayaran utang luar negeri. Kemudian ada suplai dari eksportir dan portofolio inflow," kata Mirza, akhir Desember 2017 lalu.
BI memang mencermati pasar keuangan akhir tahun karena biasanya permintaan valas lebih besar di akhir tahun. BI pun sempat melakukan intervensi di pasar uang rupiah.
Oleh karena itulah BI sempat melakukan operasi pasar di akhir tahun karena ada lonjakan suku bunga dua minggu. "BI masuk dan memberikan tambahan likuiditas Rp 17 triliun. Kenapa suku bunga tenor dua minggu? Karena saat musim liburan biasanya di pasar uang, mereka ingin mengamankan likuiditas sampai setelah akhir tahun," ujar Mirza menambahkan.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai positif kenaikan cadangan devisa di akhir tahun 2017 lalu. Ia optimistis kenaikan ini bakal berlanjut lagi. Menurutnya, penyebab kenaikan cadangan devisa adalah dipengaruhi oleh valas perbankan yang disimpan di BI.
Selain itu ditopang dengan adanya penerbitan global bond pada bulan Desember 2017. Kondisi ini turut mempercepat kenaikan nilai cadangan devisa di akhir 2017. "Saya optimistis, cadangan devisa tahun ini kembali meningkat, bahkan hingga US$ 150 miliar," ujarnya.
Sebelumnya sejumlah pengamat memproyeksikan kenaikan cadangan devisa akan diikuti dengan penguatan kurs rupiah terhadap dollar AS. Meskipun hal ini tidak mudah di tengah derasnya sentimen eksternal. Selain menghadapi imbas disetujuinya Rancangan Undang-Undang Reformasi Pajak AS, arah pergerakan rupiah juga ditentukan isu kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News