CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,39   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,24   -0,75%
  • LQ45 871   -4,39   -0,50%
  • ISSI 216   -1,76   -0,80%
  • IDX30 446   -1,80   -0,40%
  • IDXHIDIV20 540   0,25   0,05%
  • IDX80 126   -0,90   -0,71%
  • IDXV30 136   0,12   0,09%
  • IDXQ30 149   -0,33   -0,22%

Anggota Komisi XI DPR ini kritisi usulan pemberlakukan multitarif PPN


Senin, 17 Mei 2021 / 16:19 WIB
Anggota Komisi XI DPR ini kritisi usulan pemberlakukan multitarif PPN
ILUSTRASI. Komisi XI DPR RI M Misbakhun mengkritik rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan, pemerintah akan mempebarui ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

Suryo bilang, saat ini pemerintah tengah mengkaji dua opsi. Pertama, menaikkan tarif PPN saat ini yang berlaku sebesar 10% menjadi hingga 15%.

Kedua, skema multitarif PPN yang terdiri pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara, pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah/sangat mewah.

Anggota Komisis XI DPR RI Mukhammad Misbakhun mempertanyakan dasar rencana pemerintah tersebut. Menurut Politisi Partai Golkar itu, saat ini dengan aturan yang ada, Indonesia sudah punya lapisan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Baca Juga: Pemerintah mulai membahas pemberlakuan pajak aset kripto

Pada dasarnya, PPnBM bertujuan sebagai lapisan penggolongan klasifikasi barang mewah dengan tarif pajak yang multi progressive sesuai tingkat kemewahan barang. Alhasil, tarif pajak tinggi dalam skema multitarif dinilai sebagai rencana kebijakan yang tidak efektif.

Selain itu, pemerintah juga sudah mengatur bahwa ada barang-barang kebutuhan pokok termasuk produk pertanian atau produk langsung diambil dari alam yang sudah dikecualikan dari obyek PPN. Dus, kebijakan itu sudah cukup mendorong konsumsi, tanpa menggunakan tarif PPN rendah seperti yang saat ini tengah dikaji oleh pemerintah sebagai kebijakan baru.

“Sehingga ide multitarif pada barang konsumsi tertentu kehilangan dasar argumentasinya. Apalagi dasar kenaikannya adalah mau menaikkan penerimaan karena menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN),” kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Senin (17/5).

Misbakhun menambahkan, skema multitarif akan menjadi beban wajib pajak dalam mengadministrasikan PPN. Sebab, dengan aturan satu tarif PPN saat ini saja sudah rumit bagi para pengusaha. Bahkan tak jarang, wajib pajak kena denda administrasi karena salah menerbitkan faktur pajak.

Menurutnya, banyak cara yang bisa diterapkan pemerintah selain menaikkan tarif PPN. Misalnya dengan mengubah prinsip PPN yang full credit systems yakni pembeli yang bisa mengkreditkan pajak masukan sepenuhnya diatur ulang menjadi selected credit system, sehingga tidak semua pajak masukan bisa dikreditkan dan dipakai sebagai pengurang pajak keluaran.

Selain itu, restitusi atas lebih bayar PPN dibatasi hanya pada sektor usaha tertentu yang kriterianya diatur ulang. Cara lainnya, pemerintah bisa menerapkan Goods And Service Tax (GST) sebagai pengganti PPN.

“GST mekanisme nya lebih sederhana dibandingkan PPN kita yang menggunakan mekanisme full credit system,” ucap Misbakhun.

Selanjutnya: Pemerintah bakal kerek PPN, Misbakhun anggap Sri Mulyani mau tiru cara penjajah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×