kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.195   57,00   0,35%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

Anggaran rumah murah dan porsi bank naik


Kamis, 04 Agustus 2016 / 06:15 WIB
Anggaran rumah murah dan porsi bank naik


Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) mengusulkan kenaikan anggaran pembiayaan perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp 13 triliun pada tahun depan. Angka itu naik dari anggaran tahun ini yang sebesar Rp 9,2 triliun.

Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono, usulan kenaikan anggaran penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tersebut dilakukan untuk menutup backlog atau kekurangan akan perumahan yang masih tinggi. "Tahun 2017 kami usulkan Rp 13 triliun, naik terus," katanya, Rabu (3/8).

Selain mengusulkan tambahan anggaran, pemerintah juga mengusulkan perubahan skema subsidi bunga KPR pada tahun depan.

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Budi Hartono mengatakan, agar jumlah rumah yang dibangun bertambah, maka proporsi keterlibatan pemerintah dengan perbankan akan diubah.

Bila saat ini komposisinya 90% ditanggung pemerintah dan 10% perbankan, maka tahun depan diusulkan diubah menjadi 60% ditanggung pemerintah dan 40% ditanggung perbankan. Selain menambah jumlah rumah yang bisa dibangun, menurut Budi, penyesuaian perlu dilakukan karena faktor utama dari program perumahan yakni suku bunga perbankan di Indonesia juga telah turun di kisaran 6,5%.

"Ini masih akan terus dilakukan pembahasan dengan pemangku kepentingan lain," katanya.

Proporsi bank naik

FLPP menjadi bagian dari program pembangunan satu juta rumah untuk MBR. Dalam skema FLPP, masyarakat yang berhak bisa membeli rumah dengan uang muka mulai 1%. Suku bunga yang harus dibayar adalah 5%, tetap selama jangka waktu KPR yang bisa mencapai 20 tahun.

Sejak 2010 hingga Juni 2016, dana FLPP yang telah tersalurkan oleh PPDPP telah mencapai Rp 23,28 triliun. Dari dana tersebut, jumlah rumah yang telah terbangun tercatat sebanyak 444.605 unit.

Pada tahun ini anggaran FLPP sebanyak Rp 9,2 triliun sudah terserap habis. Oleh karena itu, pemerintah membuat skema baru berupa Subsidi Selisih Bunga (SSB) dengan anggaran sebesar Rp 2 triliun. Skema ini akan diluncurkan Agustus bulan ini.

Dari 24 bank yang menyalurkan KPR FLPP, selama semester I 2016, Bank BTN telah menyalurkan KPR untuk 5.321 unit. Selain itu ada juga Bank BRI Syariah (779 unit) dan Bank Papua 279 unit. Realisasi penyaluran dana FLPP terbesar di Jawa Barat (1.984 unit), Banten sebanyak 814 unit, Kalimantan Barat 408 unit, dan Jawa Timur sebanyak 395 unit rumah.

Sedangkan dalam enam tahun terakhir ini, tiga bank penyalur FLPP terbesar antara lain Bank BTN dengan jumlah penyaluran sebanyak 396.620 unit atau sebesar 89,31%, Bank BTN Syariah sebanyak 27.342 unit atau 6,17%, dan Bank BRI Syariah sebanyak 7.462 unit atau 1,68%.

Pemerintah mengklaim program ini telah berhasil menurunkan jumlah keluarga yang tidak memiliki rumah. Hal itu tergambar dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan presentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri meningkat, dari 78% pada 2010 menjadi 82,63% pada 2016.

Dengan perhitungan tersebut, maka angka backlog kepemilikan rumah yang semula 13,5 juta pada tahun 2010, telah turun menjadi 11,4 juta unit rumah pada tahun 2015. Hal itu, menurut Basuki, menunjukkan bila program penyediaan perumahan bersubsidi telah berhasil.

Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy mengaku sangat mendukung kenaikan porsi keterlibatan perbankan dalam program penyediaan rumah murah. Sebab, menurutnya, hal itu akan membuat properti bergairah dan akan banyak bank yang turut serta.

"Semakin banyak bank yang ikut, jumlah unit yang terbangun semakin cepat," ujarnya.

Mantan Menteri Perumahan Rakyat yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Suharso Monoarfa menilai ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan perumahan murah.

Selain menaikkan anggaran hingga mencapai Rp 100 triliun, pemerintah juga harus memperpanjang jangka waktu KPR hingga 30 tahun dari saat ini yang mencapai 20 tahun. Keterlibatan bank yang lebih besar juga perlu diterapkan, bahkan menurutnya komposisinya sebesar 50%:50%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×