kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Anggaran program PEN membengkak, BPK mengendus potensi penyalahgunaan


Kamis, 11 Juni 2020 / 19:55 WIB
Anggaran program PEN membengkak, BPK mengendus potensi penyalahgunaan
ILUSTRASI. JAKARTA, 9/3 - AKUNTAN PUBLIK AUDIT BPK. Dua karyawan berbincang di samping jendela gedung kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di kawasan Slipi, Jakarta, Kamis (9/3). Komisi XI DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap emp


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

Oleh karenanya, perbankan yang mendapatkan kucuran dana harus mengembalikan suntikan stimulus tersebut, terlebih ada bunganya. Achsanul mengimbau untuk menjamin uang pemerintah kembali, maka harus ada jaminannya. Sebab, tidak semua bank penerimanya adalah perusahaan milik negara. 

“Penempatan dana di perbankan kalau tidak ada mitigasi dari awal, bisa jadi dampak jangka panjang ke negara, maka harus ada syaratnya. Jaminan bisa berupa aset,” kata Achsanul kepada Kontan.co.id, Kamis (11/6).

Baca Juga: Pemerintah tarik pinjaman dari tiga lembaga multilateral ini untuk biayai APBN

Kedua, anggaran dukungan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik untuk dana talangan modal kerja sebesar Rp 19,65 triliun, maupun penyertaan modal negera (PMN) senilai Rp 15,5 triliun. 

Achsanul menambahkan kejanggalannya adalah tidak semua BUMN penerima insentif layak mendapatnya. Misalnya, seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang sudah mengalami masalah hutang jangka pendeknya sebelum Covid-19 berlangsung. Artinya, suntikan kepada perusahaan pelat merah itu tidak releval, karena beleid program PEN berangkat dari masalah pandemi.

“Untuk dana dukungan BUMN, BPK melihatnya pertama harus dipisahkan perbankan atau BUMN yang bermasalah sebelum Covid-19, jangan sampai covid menjadi alasan, kalau pas Covid-19 silahkan,” kata Achsanul. 

Di sisi lain, BPK juga menyoroti program PEN juga berpotensi menjadi kasus Century jilid II. Menteri Keuangan yang menjabat waktu itu telah menandatangani kebijakan bailout sekitar Rp 670 miliar. Namun, kebutuhan membengkak menjadi Rp 7 triliun. Dalam hal ini BPK menyangkan tidak ada mitigas anggaran sebelum membuat kebijakan.

Baca Juga: Update corona, tiga pasar daerah di Jakarta ini tidak ditemukan corona

Achsanul menegaskan, penyaluran dana PEN memang harus dipantau oleh pemerintah dan parlemen secara konsisten, dan membuat mitigasi risiko. “Sehingga nanti pada saat pemeriksaan dengan BPK mereka sudah paham,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×