Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menuding ada yang memanfaatkan kasusnya untuk pencitraan. Mereka, sebut Akil, adalah pengamat hukum, profesor, dan bakal calon presiden yang selama ini memberikan komentar atas kasus yang menjeratnya.
"Komentar-komentar dari para pengamat bodong sampai dengan bakal calon presiden yang sudah menghayal untuk menjadi presiden di republik ini, termasuk profesor di bidang hukum yang tidak mengerti persoalan tapi berbicara asal bunyi dengan memanfaatkan kasus saya untuk pencitraan diri, seolah-olah dirinyalah yang paling benar," kata Akil saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (27/2/2014).
Menurut Akil, komentar tersebut justru menurunkan kewibawaan peradilan di Indonesia. Mereka juga dinilai tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap dirinya.
"Jika hal-hal yang demikian ini kita tolerir maka akhirnya akan merusak tatanan dan kewibawaan peradilan yang merdeka. Akhirnya berpotensi merusak sendi-sendi hukum yang sesungguhnya itu berpotensi terjadinya penghinaan terhadap peradilan," lanjut Akil.
Mantan politisi Partai Golkar itu, mengatakan, ia mendengar semakin banyak komentar atas kasusnya setelah Jaksa Penuntut Umum KPK membacakan surat dakwaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Akil didakwa menerima hadiah atau janji terkait 15 sengketa Pilkada. Dalam dakwaan pertama, Akil disebut menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak (Rp 1 miliar), Pilkada Kabupaten Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), Pilkada Kota Palembang (Rp 19.886.092.800), dan Pilkada Lampung Selatan (Rp 500 juta).
Dalam dakwaan kedua, Akil disebut menerima uang terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar). Selain itu, ia juga didakwa menerima janji pemberian Rp 10 miliar terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi jawa Timur.
Kemudian, pada dakwaan ketiga, Akil disebut telah meminta Rp 125 juta pada Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.
Dalam dakwaan keempat, Akil disebut menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sebesar Rp 7,5 miliar. Pemberian uang itu diduga terkait dengan sengketa Pilkada Banten. Selain itu Akil juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Saat menjabat hakim Konstitusi nilai dugaan pencucian uangnya mencapai Rp 161 miliar. Sementara, saat masih menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat, nilainya mencapai Rp 20 miliar. (Dian Maharani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News