kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Akil Mochtar: Saweran gedung KPK gratifikasi


Kamis, 28 Juni 2012 / 19:18 WIB
Akil Mochtar: Saweran gedung KPK gratifikasi
ILUSTRASI. Karyawan melintas di dekat layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/5/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.


Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can

JAKARTA. Hakim Konstitusi Republik Indonesia, Akil Mochtar, menilai, "saweran" gedung baru KPK termasuk dalam gratifikasi mengingat peran KPK sebagai lembaga negara. Tindak gratifikasi yang melibatkan pengawai negeri sipil (PNS) atau lembaga negara dilarang berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Saweran gedung baru KPK itu gratifikasi karena KPK kan lembaga negara. Berhubung hal itu gratifikasi. Bisa saja uang tersebut berasal dari golongan yang hitam, misalnya korupsi atau pencucian uang," ujar Akil Mochtar, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/6).

Ia berpendapat, lembaga seperti KPK tidak sepatutnya menerima hibah karena setiap hibah harus masuk ke APBN. KPK harus ikut dengan sistem yang mengatur lembaga negara. Ia menegaskan, kewenangan setiap lembaga negara diatur Undang-Undang. Akil juga mengingatkan masyarakat untuk menyadari peran KPK sebagai lembaga negara yang tunduk pada konstitusi.

"Kita harus menyadari jika pola-pola menerima imbalan seperti halnya saweran yang ditujukan kepada lembaga negara tidak bisa kita lakukan. KPK itu lembaga negara yang bertujuan menindak setiap bentuk korupsi, harusnya KPK tahu itu dan tidak melontarkan (ide) untuk meminta sumbangan gedung baru karena itu sama saja dengan menerima suap. Tidak mungkin uang koin sejumlah Rp 64 miliar itu bisa dilaporkan satu per satu ke negara," tambahnya.

Dalam UU No. 20 tahun 2001 disebutkan, setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Landasan hukum tentang gratifikasi diatur dalam UU 31 No. 1999 dan UU 20 No. 2001 Pasal 12. Ancamannya adalah hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (Aditya Revianur/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×