Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta organisasi masyarakat (ormas) untuk menghentikan rencananya memburu Erwin Arnada, mantan pimpinan redaksi Playboy Indonesia. Dalam pernyataan sikapnya, AJI menilai rencana memburu Erwin Arnada merupakan ancaman teror terhadap pers.
“AJI Indonesia meminta agar organisasi masyarakat tidak melakukan aksi main hakim dan memburu jurnalis. Bagaimanapun organisasi masyarakat tidak memiliki wewenang melakukan itu,” kata Nezar Pataria, Ketua AJI Indonesia dalam siaran persnya yang diterima KONTAN, Jumat (27/8).
Pernyataan sikap dikeluarkan AJI setelah mendengar adanya rencana ormas tertentu yang akan memburu mantan pimpinan redaksi majalah Playboy.
AJI Indonesia menilai, jika ada ormas yang ingin melaporkan majalah atau media yang dinilai porno maka harus melewati konsultasi dengan Dewan Pers. Konsultasi dilakukan, untuk mengidentifikasi dan memastikan kalau media yang akan dilaporkan tersebut produk pers atau bukan.
”Kalau yang dilaporkan adalah produk pers, harus melaporkan ke Dewan Pers untuk ditimbang dari segi Kode Etik Jurnalistik,” tegas Nezar.
Dalam Surat Pernyataan dan Rekomendasi Nomor 7/P-DP/IV/2006 yang ditandatangi Ketua Dewan Pers, Ichlasul Amal, Playboy Indonesia digolongkan sebagai produk pers yang dapat melanggar UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik tentang perlindungan anak dan remaja. “Pelanggaran tersebut dapat terjadi jika Playboy diedarkan kepada anak-anak berusia kurang dari 21 tahun,” jelas Nezar.
Dewan Pers juga sudah mengeluarkan Peraturan Nomor 8/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Penyebaran Media Cetak Khusus Dewasa. Menurut aturan tersebut, media khusus dewasa tidak boleh terjangkau anak-anak di bawah 21 tahun, serta di luar lingkungan sekolah dan tempat ibadah.
Kemudian sampul media harus ditutup hingga tidak kelihatan nama majalahnya saja dan diberi tanda “21+”. Dalam peraturan tersebut dinyatakan, jika ada anggota masyarakat yang melihat distribusi media khusus dewasa yang melanggar ketentuan tersebut dapat melapor ke Dewan Pers,
AJI Indonesia juga menyesalkan adanya putusan dua tahun penjara terhadap Erwin Arnada oleh Mahkamah Agung pada Juli tahun lalu. Putusan tersebut tidak mengikuti prosedur Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, melainkan hanya semata-mata menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Padahal, menurut Dewan Pers, Playboy termasuk kategori produk pers. Karena Playboy merupakan majalah pers, saat mengadili kasus hukum mengenainya, hakim harus menggunakan UU Pers secara primat-preveils,” ungkap Nezar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News