Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Subsidi energi tahun ini diprediksi akan mengalami peningkatan signifikan. Pemerintah diminta untuk memastikan subsidi energi (BBM dan listrik) tepat sasaran guna menjaga daya beli masyarakat.
Catatan Kontan menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan anggaran subsidi energi tahun ini akan melonjak. Hingga akhir Mei 2024, Kemkeu mencatat realisasi subsidi energi mencapai Rp 56,9 triliun.
Anggaran ini terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 6,6 triliun, elpiji tabung 3 kilogram (kg) Rp 26,8 triliun, dan listrik sebesar Rp 23,5 triliun.
Volume subsidi BBM tercatat mencapai 5,57 juta kiloliter (kl), turun 1,0% year-on-year (YoY), sementara elpiji 3 kg mencapai 2,7 juta metrik ton, naik 1,9% yoy. Subsidi listrik mencapai 40,4 juta pelanggan, meningkat 3,1% dibanding periode yang sama tahun lalu. Pemerintah juga telah membayarkan tagihan kompensasi kepada Pertamina dan PLN sebesar Rp 53,8 triliun pada kuartal I-2024.
Baca Juga: Tarif Listrik Triwulan III Tidak Berubah, Ini yang Dilakukan PLN
Pada tahun 2024, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target subsidi energi sebesar Rp 186,9 triliun, yang terdiri dari Rp 113,3 triliun untuk subsidi BBM dan Liquified Petroleum Gas (LPG), serta Rp 73,6 triliun untuk subsidi listrik.
Dengan meningkatnya subsidi energi, pemerintah diharapkan dapat menyalurkan subsidi dengan tepat sasaran agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
"BBM subsidi adalah kewenangan penuh pemerintah, Pertamina menjalankan penugasan sesuai arahan pemerintah," kata Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso kepada Kontan, Selasa (2/7).
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, subsidi energi diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun, yang perlu diperhatikan adalah subsidi energi yang tepat sasaran agar anggaran benar-benar dirasakan oleh masyarakat kurang mampu, bukan dinikmati oleh mereka yang mampu.
"Selain itu, harus ada penghematan dalam subsidi energi agar tepat sasaran. Jika subsidi dicabut, akan berpengaruh pada daya beli masyarakat," ungkap Eddy kepada Kontan, Selasa (2/7).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan kebijakan subsidi energi penting untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil, efek pelemahan rupiah, dan penurunan daya beli kelas menengah.
Baca Juga: Awas Kenaikan Harga Energi dan Pangan Membayangi Laju Inflasi Tahun Ini
"Peran APBN bukan hanya untuk kesehatan, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (2/7).
Faisal menambahkan, kebijakan-kebijakan yang menjaga daya beli masyarakat sangat penting, dan subsidi, termasuk subsidi BBM, menjadi krusial dalam situasi seperti sekarang.
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi, menambahkan bahwa membengkaknya subsidi energi adalah konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang masih di atas 5,2%. Pemerintah masih menahan harga BBM bersubsidi sehingga anggaran membengkak, sementara BBM non-subsidi pun belum naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News