Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewacanakan skema tarif KRL Commuter Line berdasarkan kemampuan sosial ekonomi. Hal tersebut agar subsidi lebih tepat sasaran.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, subsidi untuk angkutan umum, apalagi angkutan umum masal seperti KRL Commuter Line merupakan subsidi yang paling tepat sasaran.
"Jadi wacana pembedaan tarif KRL atas dasar status sosial ekonomi penumpang KRL, ini ide yang absurd," ujar Tulus saat dikonfirmasi, Kamis (29/12).
Baca Juga: Menhub Pastikan Tak Ada Kenaikan Tarif KRL pada Tahun Depan
Tulus menyatakan, seharusnya Kemenhub berterima kasih pada masyarakat kelas menengah yang mau meninggalkan mobilnya. Serta memilih menggunakan transportasi umum seperti KRL, Trans Jakarta, dan angkutan umum lainnya.
"Yang artinya, mereka telah berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi, risiko lakalantas dan bahkan mengurangi subsidi BBM itu sendiri," ucap Tulus.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan tidak akan ada kenaikan tarif KRL Commuter Line tahun 2023.
"Kalau (tarif) KRL enggak naik. Insyaallah sampai 2023 tidak naik," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam konferensi pers, Selasa (27/12).
Budi mengatakan, subsdi tarif KRL Commuter Line akan dilakukan tepat guna. Artinya, bagi masyarakat yang mampu akan membayar tarif sesuai harga tarif sebenarnya. Sementara bagi masyarakat kurang mampu akan tetap mendapatkan subsidi tarif.
"Tapi, nanti pakai kartu. Jadi bagi yang sudah berdasi, yang memang kemampuan finansialnya tinggi musti bayar lain. Jadi kalau yang average, sampai dengan 2023 kita rencanakan tidak naik," ucap Budi Karya.
Baca Juga: 2023, Orang Kaya Harus Bayar Lebih Mahal Tarif KRL
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Risal Wasal menambahkan, penggolongan sistem tarif KRL nantinya akan berdasarkan kemampuan penumpang. Hal ini agar subsidi tarif bisa tepat guna ditujukan untuk masyarakat kurang mampu.
Risal mengatakan, pihaknya terus mengkaji basis data apa yang akan dijadikan sebagai dasar pembeda tarif KRL tersebut. Kemungkinan data yang akan digunakan adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Risal juga belum bisa memastikan kapan sistem pembedaan tarif tersebut akan mulai dilakukan.
"Masalah sistem pembayaran tadi, kami upayakan kuartal II atau paling lambat pertengahan semester (tahun 2023)," ucap Risal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News