Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para Kepala Desa menuntut perubahan masa jabatan menjadi 9 tahun dari yang sebelumnya hanya 6 tahun.
Terkait hal tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) Abdul Halim Iskandar menceritakan, sekitar bulan Mei tahun lalu, ia telah menyampaikan pemikiran tersebut di depan para Pakar di UGM. Hal itu agar mendapatkan kajian secara akademis sehingga sesuai antara permasalahan dengan solusi.
Menurutnya, permasalahan selama ini ialah dinamika Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) membawa implikasi ketegangan di desa dengan tingkat ketegangan yang lebih dibanding Pilkada apalagi Pilpres. Butuh waktu cukup lama, lebih dari 1 tahun sampai 2 tahun untuk meredakan ketegangan Pilkades tersebut.
Di sisi lain, suasana kompetisi sudah mulai terasa lagi sejak 1-2 tahun sebelum perhelatan Pilkades berikutnya.
Baca Juga: Ribuan Kades Demo Tuntut Masa Jabatan dari 6 Tahun Jadi 9 Tahun, Ini Alasannya
Maka Abdul Halim menilai perpanjangan masa jabatan Kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun dengan 2 periode menjadi salah satu solusi agar jeda dinamika kompetisi pilkades lebih lama.
"Dan ini diharapkan akan menjadikan warga masyarakat desa lebih kondusif. Total masa jabatan 9 tahun dengan 2 periode sama persis dengan total masa jabatan 6 tahun 3 periode, sama-sama 18 tahun, tetapi suasana kondusif masyarakat desa jauh lebih terjaga," kata Abdul Halim dihubungi Kontan.co.id, Rabu (18/1).
Adanya perpanjangan masa jabatan Kades tersebut tak akan mengurangi porsi berdemokrasi di tingkat desa. Pun apabila di tengah masa jabatan Kades berhenti karena mengundurkan diri, atau karena tersangkut masalah hukum telah ada Kemendagri yang mengeluarkan kebijakan pengisian antar waktu.
Dimana tidak lagi dengan cara ditunjuk bupati/walikota, tetapi melalui pemilihan oleh perwakilan warga.
"Itu adalah solusi cerdas untuk menghapuskan praktek KKN dalam pengisian kekosongan jabatan kepala desa," imbuhnya.
Untuk mengantisipasi kinerja Kades yang tidak sesuai harapan sedangkan masa jabatan masih lama, Abdul Halim menyebut bisa ada evaluasi Kemendagri. Dimana bisa dilakukan pemberhentian Kades karena kinerja buruk oleh Kemendagri.
"Kalau Bupati/Walikota saja bisa kena aturan seperti itu, tentunya Kades juga perlu pengaturan yang sama dengan Bupati/Walikota," imbuh Abdul Halim.
Kemudian soal peningkatan penghasilan tetap, ia menilai jika hal tersebut menjadi sebuah keniscayaan. Hal tersebut mengingat tugas-tugas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa semakin membutuhkan pengelolaan yang lebih intensif dan profesional.
Baca Juga: Jokowi Minta APBN 2023 Fokus Pada Program-Program Produktif
"Oleh karenanya, peningkatan kapasitas dan peningkatan kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa/Pamong Desa adalah sebuah keharusan," ujarnya.
Mengenai adanya usulan revisi UU Desa, Ia mengatakan, merupakan hal yg normatif dilakukan agar sesuai dengan kondisi obyektif dan kebutuhan masyarakat. Terkait hal ini Ia menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo.
"Sebagai pembantu Presiden, tentu harus menunggu arahan pak Presiden. Pak Presiden selalu jelas sikapnya.
Jika itu berkenaan dengan kesejahteraan masyarakat, penuntasan kemiskinan, penurunan stunting, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan SDM, beliau jelas memiliki keberpihakan yang sangat tinggi," jelasnya.
Sebelumnya, 100 Kepala Desa se-kabupaten Jember yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) berbondong-bondong menuju Jakarta melaksanakan demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada Selasa (17/1).
Para Kepala Desa menuntut perubahan masa jabatan 9 tahun dari yang sebelumnya hanya 6 tahun. Apdesi juga mengusulkan penambahan penghasilan dan tunjangan kepala desa serta perangkat desa yang bersumber dari APBN (dana desa), sehingga gaji pokok semua kepala desa di Indonesia sama dan waktu pembayarannya juga sama. Sedangkan tunjangan kinerja ditentukan berdasarkan beban kerja dan wilayah.
Selain itu, Apdesi meminta agar kepala desa dan perangkat desa mendapat asuransi kesehatan. Mereka mengklaim 80% kepala desa dan perangkat desa di Indonesia tidak mempunyai asuransi kesehatan. Apdesi mengusulkan tunjangan kerja bagi kepala desa sebesar 3%-5% dari dana desa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News