Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pengetatan impor dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 Tahun 2023 mendapat respon baik dari industri pertekstilan.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Filamen Indonesia (APSYFI) Redma Gita W optimis kebijakan mengubah aturan post border menjadi border dalam Permendag 36/2024 dapat mendorong bangkitnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Bahkan, ia memprediksi pada kuartal III dan IV kinerja industri tekstil bisa kembali positif dan menyerap tenaga kerja yang beberapa waktu lalu sempat dirumahkan.
Baca Juga: Kemendag Bebaskan MEG dan 11 Pos Tarif Bahan Baku Plastik dari Kententuan Pembatasan
"Dengan proyeksi kinerja yang naik akan mendorong pertumbuhan utilisasi, kami proyeksi utilisasi pada kuartal IV sudah mencapai 70%," kata Redma dalam Jumpa Pers di Jakarta, Senin petang (18/3).
Ia mengatakan pada rentang waktu 2021 s.d 2023, industri TPT mengalami kesulitan besar karena banjir produk impor tekstil dan garmen baik legal maupun ilegal.
Karena hal itu, terjadi turunnya utilisasi pabrik-pabrik TPT sampai 40% dari kapasitas produksi. Dampak besar juga terjadi pada sektor ketenagakerjaan, di mana sekitar 85 ribu pekerja terpaksa diberhentikan, dirumahkan atau tidak diperpanjang masa kerjanya.
Baca Juga: Ini Penyebab Industri TPT Indonesia Tertinggal dari Vietnam
"Ini disebabkan karena tidak terkontrolnya importasi produk dari luar dijual dengan harga sangat murah sehingga produk domestik tumbang," ungkap Redma.
Menurutnya aturan yang berlaku sejak 10 Maret ini sudah tepat dalam rangka melindungi pasar domestik. Selain itu, regulasi ini juga memberikan keadilan bagi sesama pelaku usaha dalam menjalankan bisnis yang sehat.
"Ini sudah on track untuk menciptakan fairness competition di pasar domestik supaya industri kita juga bisa tumbuh sehat, kita bisa mennyerap tenaga kerja lagi," tutup Redma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News