kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ada indikasi jastip barang impor nakal, Bea Cukai perketat pengawasan


Senin, 30 September 2019 / 16:09 WIB
Ada indikasi jastip barang impor nakal, Bea Cukai perketat pengawasan
ILUSTRASI. Jasa titipan (jastip) yang keluar dari aturan bea masuk dapat mengganggu tatanan barang impor.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jasa titipan atau jastip impor barang merupakan model bisnis baru yang belum diatur secara resmi oleh pemerintah. Namun, jastip yang keluar dari aturan bea masuk dapat mengganggu tatanan barang impor.

Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan, jastip tidak ada dalam mekanisme kepabeanan. Tetapi, barang yang diimpor melalui perusahaan jasa pengiriman barang telah dirumuskan oleh pemerintah.

Baca Juga: Fakta soal jastip yang bikin bea cukai geram, salah satunya langganan artis

Perusahaan jasa pengiriman barang mendapatkan kompensasi atas nilai pembebasan maksimal sebesar US$ 75 per barang. Aturan ini pun tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK. 04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

“Jastip yang marak terjadi saat ini melalui penayangan di media sosial kepada publik, mengumumkan siapa yang mau titip barang dari luar negeri,” kata Deni kepada Kontan.co.id, Senin (30/9).  

Ketika pengusaha jastip mendapatkan barang dagangannya ada dua skenario yang dapat terjadi setelah itu. Pertama, barang dirikirimkan melalui layanan jasa pengiriman barang. Kedua, barang dimasukkan dalam kapasitas hak penumpang saat kembali ke Indonesia.

Pemerintah mengatur nilai pembebasan sebesar US$ 500 per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

DJBC mengindikasi sekitar 75% kasus jastip didominasi barang-barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, hingga skin care, dan barang-barang bernilai tinggi lainnya. Praktik jastip di lapangan, barang-barang tersebut masuk ke dalam barang penumpang untuk keperluan pribadi dan bukan diperdagangkan.

Sehingga, saat DJBC memergoki barang itu merupakan jastip, pihak yang bersangkutan harus melakukan administrasi bea masuk barang. Pelaku jastip diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Baca Juga: Bea Cukai minta pelaku jastip tak gunakan media sosial, ini kata pengamat

Jika pelaku jasa titipan ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka petugas akan meminta untuk membuat NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Pada dasarnya, barang Jastip masuk dalam kategori barang bukan untuk keperluan pribadi,” kata Deni.

Kemudian membayar biaya administratif yang meliputi tarif bea masuk sebesar 10%, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, PPh 22 impor 2,5-22,5 persen, dan PPnBM hingga 50% dari nilai barang.

Deni bilang, pihaknya akan terus memantau jastip nakal, sebab keberadaanya yang terus berkembang dapat mengganggu persaingan usaha dengan produsen lokal.

Baca Juga: Penasaran mengapa bea cukai menahan barang-barang jastip? Ini alasannya

Secara teknis penindakan jastip, DJBC mengaku terlebih dahulu mendapatkan informasi dari masyarakat. Kemudian menganalisis dari berbagai platform mulai dari akun media sosial hingga pelapak e-commerce. Setelah data yang dikumpulkan lengkap maka DJCB akan melakukan penindakan lebih lanjut.

Dalam salah satu kasus jastip, DJBC memergoki ada satu orang yang membelikan tiket keberangkatan untuk 14 orang. Ketika pulang ke-14 orang tersebut membawa barang-barang yang diduga jastip.

Saat mendarat di Bandara Soekarno Hatta, DJBC mencurigai karena penerbangan mereka semua di waktu yang sama dan membawa barang-barang yang bisanya adalah barang jastip. Identitas pembeli tiket pun berasal dari satu orang yang bukan merupakan perwakilan dari sebuah perusahaan dengan arti mengatasnamakan perorangan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta berharap pemerintah dapat meemperketat model bisnis jastip. Kata Tutum, bila perlu batas pembebasan perusahaan jasa pengiriman barang ditekan sampai menjadi US$ 50 per barang.

“Kami berharap DJBC dapat mengkaji lebih dalam soal batasan tersebut, sehingga mengurangi celah jastip,” ujar Tutum.

Baca Juga: Jastip kian marak, Bea Cukai lakukan strategi ini untuk cegah penyelewengan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×