Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua bakal pasangan calon presiden dan wakil Presiden (capres-cawapres) yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Prabowo Subionto-Gibran Rakabuming kompak untuk mendirikan Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam program kampanyenya.
Hal tersebut tertuang dalam dokumen visi, misi dan program masing-masing capres-cawapres yang disampaikan kepada publik.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan isu lama yang diputar kembali. Wacana tersebut sejatinya pernah dibahas dalam RUU Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Menurutnya, pembentukan Badan Penerimaan Negara tersebut dimulai lantaran dahulu ada isu keterbatasan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Nah, salah satunya solusinya adalah membuat lembaga penerimaan negara sehingga DJP bebas melakukan rekrutmen.
Hanya saja, saat ini DJP sedang mematangkan sistem pajak canggih dengan nama Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) alias core tax system. Oleh karena itu, dengan hadirnya core tax system maka pembentukan BPN menjadi kurang relevan.
"Untuk sekarang, teknologi terus berkembang,. DJP kini memiliki PSIAP yang akan mengoptimalisasi dan mengurangi kebutuhan penggunaan pegawai. Jadi, isu pembentukan BPN kini menjadi kurang relevan dan kurang urgent ya," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (29/10).
Baca Juga: Dapat Surat Cinta Pajak? Ditjen Pajak Minta Wajib Pajak Tidak Panik
Menurut Fajry, justru yang mendesak adalah memastikan agar PSIAP alias core tax system dapat berjalan sesuai ekspektasi. Selain itu, reformasi birokrasi dan administrasi lainnya yang dibutuhkan oleh DJP seperti peningkatan kualitas dan integritas SDM juga perlu diperhatikan.
"Jadi bukan sekedar membuat lembaga baru. Kalau birokrasi, administrasi, dan kualitas serta integritas SDM-nya tak berubah maka pembuatan BPN hanya buang-buang uang saja," katanya.
Mengingat sudah tak relevan lagi, maka Fajry bilang, wacana tersebut juga tidak akan memberikan dampak positif bagi penerimaan negara, namun hanya menghabiskan biaya yang besar dalam pembetukan BPN.
"Intinya, perlu melihat relevansinya dengan kondisi terkini jangan cuma melihat atau membandingkan dengan negara lain," katanya.
Seperti yang diketahui, DJP Kemenkeu tengah mematangkan sistem pajak canggih alias coretax system pada pertengahan 2024 mendatang. Diharapkan sistem pajak canggih tersebut bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang ujungnya juga ikut mendorong penerimaan pajak.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak DJP Kemenkeu Iwan Djuniardi memastikan bahwa wacana pembentukan BPN tidak akan menggangu peluncuran coretax system ini.
"Kita kan cuma membangun sistem, business process. Kalau bicara organisasi, itu aktor. Sistem ini kita bangun secara agile. Jadi mau bener (dibentuk BPN), ini (coretax) gak masalah," kata Iwan dalam Media Gathering di Lombok, Jumat (27/10).
Hal ini dikarekan coretax system ini dibangun berdasarkan business process, sehingga jika terjadi perubahan organisasi maka hanya peran pihak-pihak yang terlibat saya yang berubah.
"Sistem ini dibangun berdasarkan business process. Misalnya organisasi berubah, role-nya saja yang berubah, sehingga sistemnya tetap sama," katanya.
Baca Juga: Pembentukan Badan Penerimaan Negara Kembali Diungkit Capres-Cawapres 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News