kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.481.000   3.000   0,20%
  • USD/IDR 15.703   21,00   0,13%
  • IDX 7.557   53,01   0,71%
  • KOMPAS100 1.175   9,66   0,83%
  • LQ45 939   11,90   1,28%
  • ISSI 227   0,10   0,04%
  • IDX30 484   6,37   1,33%
  • IDXHIDIV20 584   9,51   1,66%
  • IDX80 134   1,12   0,85%
  • IDXV30 142   -0,56   -0,39%
  • IDXQ30 162   1,94   1,21%

Abraham Samad diminta tuntaskan tugasnya di KPK


Senin, 12 Mei 2014 / 15:06 WIB
Abraham Samad diminta tuntaskan tugasnya di KPK
ILUSTRASI. Bahaya Tomat untuk Penderita Hipertensi, Ini 5 Makanan yang Harus Dihindari


Reporter: Gloria Fransisca | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kandidat calon wakil presiden pendamping calon presiden dari PDIP Joko Widodo (Jokowi), belakangan ini memunculkan dua nama, yakni Jusuf Kalla dan Abraham Samad.

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, menyayangkan jika Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi cawapres Jokowi.

"Abraham Samad itu orang yang berani dan bersih. Dia berani menyeret wakil presiden Boediono sebagai saksi. Baru kali ini dalam sejarah wakil presiden menjadi saksi sidang tindak pidana korupsi. Nah, jika Samad menjadi cawapres dan KPK ditinggal, maka tidak ada lagi orang seperti Abraham Samad," ujar Emrus.

Emrus berharap, Abraham Samad bertahan di KPK. Bahkan, jika memungkinkan, Samad bisa saja menerima periode kepemimpinan lebih dari satu kali. Hal ini, dinilai Emrus, agar Samad bisa bebas membereskan dulu kasus-kasus korupsi yang mengakar di masyarakat.

"Bangsa ini membutuhkan tokoh seperti Samad yang berani di KPK. Jadi, jika ada tawaran jabatan, kalau bisa dia menolak tawaran-tawaran itu, termasuk tawaran cawapres."

Menurut Emrus, jika Samad berada di bawah presiden, maka kekuasaan dia tidak sehebat di KPK. Karena, hal itu akan menyebabkan dia tunduk kepada presiden.

KPK selama ini adalah lembaga yang sifatnya adhoc atau tidak permanen. Karena itu, Emrus berharap, KPK menjadi lembaga permanen, melebihi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Hal ini mengingat korupsi di negara ini sudah sangat massif," ujar Emrus.

Jika ternyata PDIP memang mencawapreskan Abraham Samad, Emrus justru menilai, strategi tersebut justru tidak akan memberikan dampak positif yang besar kepada PDIP. Pasalnya, hal itu tidak menguntungkan, karena tidak adanya basis massa yang cukup.

"Elektabilitas Jokowi pun belum mencapai 50% lho. Jadi masih membutuhkan koalisi (partai) lain," imbuh Emrus.

Soal apakah cawapres Jokowi bisa berdampak negatif terhadap koalisi yang dibangun PDIP, Emrus menilai, hal tersebut belum tentu terjadi. Ini, selama PDIP memilih dengan tepat tokoh yang akan menjadi pendamping Jokowi di Pilpres.

Wapres jangan jadi ban serep

Menurutnya, berdasakan kalkulasi politik, akan lebih baik jika Jusuf Kalla yang disodorkan menjadi cawapres Jokowi ketimbang Abraham Samad.

"Saya kira itu tidak menghancurkan, karena saya baca juga di running text (berita teks berjalan di televisi), Nasdem pun menawarkan nama Abraham Samad," jelas Emrus.

Jika dalam dialog intensif Jokowi dengan calon wakil presidennya, maka tentu sudah ada penjabaran tugas masing-masing. Sehingga ia menyangsikan jika Jokowi dan JK justru akan menimbulkan persepsi 'matahari kembar' seperti tahun 2004 saat JK berpasangan dengan SBY. Karena itu, dialog intensif job description itu sangat penting menurut Emrus.

"Ke depan dan seterusnya, saya mengamati calon wakil presiden ke depan, jangan dibuat sebagai ban serep. Jangan hanya (memberi tugas) sekadar. Berikanlah tugas kepada dia dan memimpin negara dengan trust. Karena, akan merugikan bangsa dan negara jika wapres hanya sebagai ban serep," tutup Emrus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×