kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

11 Kelompok Masyarakat Sipil Gugat PP Bank Tanah ke Mahkamah Agung (MA)


Senin, 13 Februari 2023 / 18:32 WIB
11 Kelompok Masyarakat Sipil Gugat PP Bank Tanah ke Mahkamah Agung (MA)
ILUSTRASI. Gedung kantor Mahkamah Agung di Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. 11 Kelompok Masyarakat Sipil Gugat PP Bank Tanah ke MA.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. 11 kelompok masyarakat sipil menggugat Peraturan Pemerintah (PP) nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah (PP 64/2021) ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan tersebut mencakup permohonan uji Formil dan uji Materiil PP 64/2021.

Salah satu pemohon gugatan, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan telah dinyatakan cacat formil.

Selain itu, MK memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga: Airlangga Angkat Bicara Soal Banjir Kritik Perppu Cipta Kerja

"Kami 11 organisasi pemohon menyatakan bahwa mengingat PP 64/2021 merupakan peraturan pelaksana turunan langsung dari UU Cipta Kerja, maka PP 64/2021 juga harus dinyatakan cacat formil," ujar Dewi di Mahkamah Agung, Senin (13/2).

Pemohon gugatan menilai, pembuatan ragam PP dan pelaksanaan Bank Tanah di lapangan saat ini adalah bukti keangkuhan presiden yang enggan menaati hukum dan merasa superior dibandingkan lembaga negara lainnya seperti MK. 

Sikap presiden menandakan seolah presiden adalah hukum dan hukum adalah presiden itu sendiri.

Hal demikian tidak dapat dibiarkan, karena dampak dari sikap politik demikian hanya melahirkan kebijakan yang merampas hak-hak asasi dan konstitusional para petani, nelayan, buruh, masyarakat adat dan masyarakat rentan lainnya.

"Atas dasar hal-hal di atas, kami mendesak agar Mahkamah Agung dapat menghentikan operasi ilegal Bank Tanah dengan menerima dan mengabulkan gugatan ini sepenuhnya," ucap Dewi.

Baca Juga: Beberapa Aturan Pemerintah Menabrak Keputusan MK Soal Cipta Kerja



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×