kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Tak akan ada lagi perjanjian tax treaty baru


Senin, 22 Desember 2014 / 10:52 WIB
Tak akan ada lagi perjanjian tax treaty baru
ILUSTRASI. Resep Bakso Malang


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemerintah memastikan tidak bakal ada lagi perjanjian penghindaran pajak berganda alias tax treaty baru dengan negara lain. Sebab, banyak tax treaty yang merugikan Indonesia.

Malah, menurut Dadang Suwarna, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak, tidak ada negara lain yang memiliki perjanjian tersebut sebanyak Indonesia. "Di Indonesia saja yang tax treaty diobral," katanya akhir pekan lalu.

Selain tidak membuat perjanjian baru, Yustinus Prastowo, pengamat perpajakan, mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi tax treaty yang ada. "Pertukaran informasi pajak memang bermanfaat. Tapi, kalau tidak ada hubungan investasi dengan Indonesia, sebaiknya ditinjau kembali," imbuh dia.

Prastowo mencatat, ada sejumlah tax treaty yang tidak memberikan manfaat bagi Indonesia lantaran tidak ada kerjasama investasi. Contoh, tax treaty dengan Aljazair, Bangladesh, Mongolia, Seychelles, Sri Lanka, Suriname, Yordania, dan Suriah.

Sekadar informasi, saat ini Indonesia meneken tax treaty dengan 64 negara. Tiga di antaranya terkenal sebagai tax haven alias pemberi pajak rendah, yaitu Singapura, Swiss, dan Luksemburg.

Permintaan mengkaji tax treaty juga datang dari Gunadi, Ketua Umum Asosiasi Administrasi Fiskal dan Pajak Indonesia (IFTA). Terutama tax treaty dengan negara-negara ASEAN agar isinya mencakup dampak dari pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, selama ini tax treaty dengan negara lain secara bilateral justru merugikan Indonesia. "Makanya, saya sedang berpikir, apakah perlu moratorium atau me-review kembali tax treaty yang ada," ujar Bambang.

Maklum, pemerintah fokus menggenjot penerimaan pajak. Tahun depan, target pajak naik Rp 600 triliun menjadi  Rp 1.846,11 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×