kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menteri Keuangan ungkap sentimen pelemahan rupiah


Sabtu, 20 Desember 2014 / 08:59 WIB
Menteri Keuangan ungkap sentimen pelemahan rupiah
ILUSTRASI. Perpanjang SIM Tanpa Antri Berjam-jam Di SIM Keliling Jakarta Hari Ini (6/7)


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pada Selasa (16/12), kurs tengah Bank Indonesia untuk rupiah sempat menyentuh Rp 12.900 per dollar AS. Nilai tukar ini mulai menguat pelahan, dan pada perdagangan Jumat (19/12) ditutup di level Rp 12.500 per dollar AS.

Kompas TV, Kamis (18/12), menggelar wawancara khusus dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro soal tren pelemahan rupiah yang menukik setidaknya dalam dua pekan terakhir.

Berikut ini cuplikan wawancara tersebut:

Apa penyebab pelemahan rupiah yang sampai hampir menyentuh level Rp 13.000 per dollar AS?

Pertama harus dilihat dua faktor fundamental dalam konteks nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Dari sisi eksternal ada ekspektasi Amerika bakal meningkatkan tingkat suku bunganya, perkiraan pada 2015, mungkin di semester II atau bahkan lebih cepat. Ini memang sudah terlihat tanda-tanda perbaikan ekonomi AS, yang ditunjukkan melalui pertumbuhan AS yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran yang turun. Itu faktor fundamental yang bakal terus terjadi hingga 2016.

Kemudian faktor fundamental kedua itu berasal dari domestik, yaitu defisit (neraca) transaksi berjalan yang masih agak besar. Agak besar dalam pengertian, kita pernah mengalami masa surplus, defisit transaksi berjalan cukup lama sampai 2011, kemudian terjadi defisit.

Dan kemudian, kalau kita lihat 2014 ini, di triwulan II, defisitnya masih cukup tinggi sekitar 4 persen dari PDB (produk domestik bruto), meskipun di triwulan III sudah turun di dekat-dekat 3 persen. Bahkan, dibandingkan 2013 sebenarnya, defisit transaksi berjalan kita sudah lebih baik tapi memang masih menjadi masalah fundamental.

Nah kemudian, kenapa rupiah mengalami pelemahan yang agak cepat pada beberapa hari belakangan, ada faktor yang sifatnya temporer, yang berasal dari sentimen--baik eksternal maupun domestik--muncul.

(Sentimen) eksternal, tentunya yang paling nyata antisipasi terhadap hasil rapat Federal Open Market Committee, semacam RDG (Rapat Dewan Gubernur, red) di The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika, red) yang akan mengambil keputusan mengenai kapan kenaikan tingkat suku bunga dan berapa besarannya. Dan itu selalu terjadi, setiap kali rapat FOMC, karena AS sedang melakukan normalisasi kebijakan moneter, ada ekspektasi dari pelaku pasar yang membuat mereka mengambil posisi terlebih dahulu.

Kemudian, di sisi lain ada juga kondisi di Rusia. Ini kondisi yang tidak diperkirakan sebelumnya. Nilai rubel (mata uang Rusia, red) mengalami penurunan yang begitu tajam, sehingga akhirnya otoritas moneter di Rusia menaikkan tingkat suku bunga (acuan) dari 10,5 persen menjadi 17 persen. Jadi naik 650 bps. Otomatis ini menimbulkan sedikit gonjangan di pasar emerging market, dan salah satunya Indonesia.

Nah inilah yang ikut membawa rupiah sempat (hampir) menyentuh level Rp 13.000 (per dollar AS).

Bagaimana dengan pengaruh faktor politik di dalam negeri?

Saya tidak melihatnya seperti itu, dari komunikasi kami dengan para pelaku di pasar keuangan maupun pasar surat berharga. Boleh dibilang tidak ada concern sama sekali mengenai kondisi ekonomi Indonesia pada saat ini. Kalaupun ada masalah defisit transaksi berjalan mereka sudah paham ini adalah masalah struktural dan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Dan ekspektasinya pada 2015, defisit transaksi berjalan akan berkurang dari sekitar 3 persen mungkin menuju 2,5 persen hingga 2 persen dari PDB.

Masyarakat harus khawatir dengan nilai tukar sekarang ini?

Pertama, nilai tukar itu harus realistis. Dalam kondisi nilai tukar kita mengikuti perkembang pasar uang dunia. Maka nilai tukar kita hars mencerminkan selain fundamental juga melihat kepada posisi relatif terhadap mata uang dollar AS.

Yang terjadi kemarin, ketika FOMC rapat adalah mereka yakin akan perbaikan ekonomi AS. Sehingga semua ambil posisi terhadap mata uang amerika itu sendiri. Sehingga dollar AS menguat terhadap semua mata uang.

Nah yang perlu masyarakat ketahui adalah, depresiasi rupiah, bahkan per 15 Desember kemarin bukan yang paling tajam, kita lemah sekitar 2 persen. Tapi mata ruang Rusia, rubel itu sekitar 10 persen. Yang lain juga cukup besar. Bahkan kalau kita pakai patokan dari awal 2014 hingga 15 Desember 2014, rupiah mengalami depresiasi hanya sekitar 5 persen, mata uang Rusia rubel 50 persen, lyra Turki sekitar 30 persen.

Dan kemudian yang menarik di regional, meskipun rupiah melemah terhadap dolar AS, tapi ternyata rupiah mengalami penguatan terhadap beberapa mata uang regional seperti yen Jepang, won Korea, dan ringgit malaysia. Jadi artinya masyarakat harus melihat hal ini dalam konteks yang lebih menyeluruh jangan hanya melihat pada rupiah melemah. Satu lagi, pelemahan rupiah harusnya menjadi momentum kita untuk semakin membenahi sektor manufaktur.

Pembenahan seperti apa misalnya?

Artinya, pelemahan rupiah itu adalah momen kita untuk mengangkat kembali sektor manufaktur. Karena pelemahan rupiah akan menguntungkan ekspor yang sifatnya manufaktur bukan yang sifatnya komoditas karena saat ini harga komoditas sedang jelek. Nah ini, munurut saya, kita harus segera mengambil manfaat dan kesempatan dari pelemahan nilai rupiah ini. (Palupi Annisa Auliani/Kompas TV)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×