kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,47   7,12   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Manufaktur Indonesia butuh suntikan obat kuat


Rabu, 01 November 2017 / 22:23 WIB
Manufaktur Indonesia butuh suntikan obat kuat


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor manufaktur yang menjadi salah satu kontributor dalam Produk Domestik Bruto (PDB) masih belum sekuat yang diharapkan pemerintah. Sektor ini dinilai masih membutuhkan sejumlah stimulus untuk kembali merangsang pertumbuhan.

Dari data capaian kinerja Kementerian Perindustrian kurun waktu 2015-2017, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia hanya bisa meraih 1,83% dari keseluruhan.

Angka ini memang naik tipis ketimbang tahun 2014, sebesar 1,74% pangsa pasar manufaktur. Sepanjang dua tahun ini juga, investasi di manufaktur hanya menyerap Rp 706,9 triliun.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto bilang tren kontribusi nilai tambah industri manufaktur Indonesia mengalami penurunan dalam kontribusi PDB, dari 22,04 % di tahun 2010, turun hingga mencapai titik 20,51% di tahun 2016.

Ia juga mengakui ada beberapa sektor manufaktur yang tumbuh di bawah pertumbuhan perekonomian. Namun untuk sektor makanan-minuman, farmasi, logam, kimia, pertumbuhannya di atas 7%.

"Tapi yang namanya sektor itu tergantung harga, jadi tahun ke tahun belum tentu pertumbuhannya sama," jelas Airlangga, Rabu (1/11).

Ia bilang, beberapa sektor industri masih membutuhkan dukungan banyak hal. Salah satunya yakni cross border trade atau ketersediaan bahan baku untuk kontinuitas produksi. Beberapa industri mengalami beberapa catatan terhadap bahan baku yang kurang lancar.

"Nah akses ini yang kita dorong , tentu energi ini yang sudah menjadi paket yang kita minta supaya bisa terselesaikan supaya tidak terlalu lama," imbuh dia.

Selain itu, manufaktur masih juga membutuhkan dorongan kebijakan fiskal seperti penurunan PPnBM untuk industri otomotif untuk meningkatkan demand. Terakhir, regulasi ketenagakerjaan ia bilang mesti perlu perbaikan, lantaran pihaknya masih punya catatan terhadap pendidikan terhadap tenaga kerja.

"Ini hanya sebagai gambaran, daya saing industri tidak bisa ditingkatkan sendirian, tapi tergantung kepada lingkungan stakeholder-nya," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×