kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsumsi rumah tangga lemah, begini analisa BI


Kamis, 16 November 2017 / 21:36 WIB
Konsumsi rumah tangga lemah, begini analisa BI


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melemah di kuartal ketiga tahun ini menjadi 4,93% year on year (YoY), terendah sejak kuartal ketiga 2011, menjadi salah satu risiko yang diwaspadai Bank Indonesia (BI). BI kembali menahan bunga acuannya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini di level 4,25%.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, lemahnya konsumsi rumah tangga tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan menentukan pendapatan masyarakat. Meski inflasi yang rendah seharusnya mendukung daya beli.

Perry bilang, pemulihan ekonomi yang berlanjut mendorong perbaikan konsumsi rumah tangga. "Cuma memang belum merata," kata Perry, Kamis (16/11).

Perbaikan konsumsi lanjut dia, tercermin dari penjualan sepeda motor kuartal ketiga 2017 yang tumbuh cukup baik sebesar 18,1%, penjualan mobil tumbuh 7,8% yang juga relatif lebih baik dibanding periode sebelumnya, dan penjualan ritel yang masih tumbuh 5%-6%.

Lebih lanjut, ia memperinci, penjualan ritel di beberapa kelompok juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, misalnya pada sektor makanan dan pakaian yang masing-masing tumbuh 10%. Sementara penjualan ritel yang mengalami penurunan, yaitu penjualan barang tahan lama seperti alat elektronik dan mebel.

"Yang masih belum naik tinggi itu konsumsi untuk barang tahan lama. Ini juga konsisten dengan distribusi pendapatan disposible," tambah dia.

Secara umum lanjut dia, konsumsi rumah tangga kelompok bawah belum naik tinggi, tetapi kelompok menengah atas mengalami peningkatan yang cukup tinggi.

Penyebabnya, pertama, penurunan harga komoditas, yang saat ini telah membaik tetapi masih jauh dibanding saat terjadi boom komoditas. Hal itu membuat pendapatan di daerah penyokong ekspor mengalami penurunan, khususnya di Sumatera dan Kalimantan.

Kedua, pertumbuhan remitensi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terjadi pada tahun 2015-2016, juga karena penurunan harga komoditas dan moratorium TKI. Di tahun 2015, pertumbuhan remitansi TKI lebih dari 20%, tetapi di kuartal keempat 2016 terkontraksi 12%.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, BI bersama-sama dengan pemerintah terus melakukan koordinasi mengenai hal ini. Bank sentral lanjut Agus, melihat stabilitas ekonomi akan terjaga sehingga menjadi dasar bagi Indonesia untuk meningkatkan konsumsi rumah tangganya sebagai penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×