kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Konsumsi rumah tangga diyakini bisa tembus 5,1%


Minggu, 27 Agustus 2017 / 17:12 WIB
Konsumsi rumah tangga diyakini bisa tembus 5,1%


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - Pemerintah habis-habisan menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan. Tak hanya itu, Bank Indonesia (BI) pun turut berperan meningkatkan ekonomi nasional melalui kebijakan moneternya.

Hal itu dilakukan mulai dari menekan inflasi tahun ini dengan tidak menaikkan harga yang diatur pemerintah (administered priced) di sisa enam bulan kedua di tahun ini, baik tarif Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan elipji tiga kilogram (kg). Bahkan BI optimistis inflasi tahun ini akan berada di bawah 4%.

Baru-baru ini pemerintah juga menerapkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras. Kebijakan ini akan mengatur harga tertinggi untuk beras jenis medium dan premium per wilayah.

Kemudian, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam aturan ini, pemerintah menambah komoditas pangan yang dibebaskan dari PPN berupa gula konsumsi, ubi-ubian, dan bumbu-bumbuan.

Pemerintah juga menaikkan anggaran bantuan sosial melalui Kementerian Sosial hampir 100% dalam Rancangan APBN (RAPBN). Hal itu sebagai upaya untuk memperluas bantuan sosial di tahun depan.

Dari sisi moneter, BI telah menurunkan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) menjadi 4,5%. Bahkan, BI berencana mengeluarkan kebijakan lanjutan, melalui relaksasi kebijakan makroprudensial berupa rasio pinjaman terhadap agunan (Loan to Value Ratio atau LTV) spasial untuk sektor properti dan otomotif dan rasio pembiayaan terhadap pendanaan (Financing to Funding Ratio atau FFR).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter memang dibutuhkan untuk meningkatkan daya beli. Namun ia melihat, kebijakan itu belum cukup.

Masih ada satu lagi stimulus fiskal yang perlu diberikan pemerintah, yaitu melalui penyerapan angggaran pemerintah. Meski anggaran pemerintah terbatas, stimulus fiskal masih bisa dilakukan dengan melalui alokasi belanja prioritas khususnya belanja infrastruktur.

Sementara stimulus moneter, pihaknya berharap penurunan suku bunga acuan berlanjut disertai perubahan LTV sehingga kemampuan masyarakat dalam mencicil uang atau ability to pay meningkat. "Keluhannya selama ini bunga dan uang muka masih mahal sehingga pendapatan masyarakat terbebani cicilan kredit," kata Bhima, Jumat (25/8) lalu.

Ia memperkirakan, jika kebijakan-kebijakan itu dilakukan secara konsisten dan fokus maka dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat dalam waktu dua bulan. Apalagi, di semester kedua tahun ini, pemerintah memiliki peluang untuk menggenjot serapan anggaran sebagai bentuk stimulus fiskal.

"Masih ada harapan pertumbuhan konsumsi rumah tangga naik tahun ini bisa mencapai 5.1% year on year (YoY)," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×