kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,44   -8,07   -0.86%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konflik Geo Dipa dan Bumigas hambat proyek listrik


Kamis, 11 Mei 2017 / 21:01 WIB
Konflik Geo Dipa dan Bumigas hambat proyek listrik


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Perselisihan antara PT Geo Dipa Energi (Persero) dengan PT Bumigas Energi masih juga belum usai. Padahal konflik antara perusahaan BUMN dengan swasta ini dapat menghambat program listrik pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

"Konflik yang terjadi selama ini telah menghambat berjalannya proyek pengembangan PLTP Dieng dan PLTP Patuha, yang merupakan bagian dari program percepatan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II," kata Heru Mardijarto kuasa hukum Geo Dipa, Rabu (10/5).

Menurut Heru, permasalahan antara Geo Dipa dan Bumigas merupakan permasalahan perdata murni. Hal ini karena peristiwa yang dianggap telah terjadi, timbul akibat hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian KTR.001.

Namun Bumigas masih mempersoalkan izin konsesi yang dimiliki oleh Geo Dipa, terkait dengan dibatalkannya kerjasama kedua usaha tersebut oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) karena Bumigas dianggap wanprestasi.

Padahal Geo Dipa telah menghadirkan saksi ahli yaitu Madjedi Hasan yang memiliki pengetahun bidang teknis, bisnis dan hukum dengan pengalaman kerja lebih dari 50 tahun dalam kegiatan pengusahaan sumber daya alam khususnya minyak, gas bumi dan panas bumi.

Bahkan menurut Madjedi Hasan istilah izin konsesi (concession right), tidak dikenal di dalam perizinan panas bumi di Indonesia. Kalaupun di dalam Perjanjian KTR.001 terdapat penyebutan istilah izin konsesi, mestinya klausul yang mengandung istilah tersebut menjadi batal demi hukum, dan karenanya tidak berlaku karena telah bertentangan dengan UUD 1945. 

Sedangkan mengenai izin wilayah kuasa pengusahaan panas bumi di Indonesia untuk Geo Dipa tidak diperlukan karena ketika itu sudah dikuasakan kepada Pertamina yang menjadi pemegang saham Geo Dipa.

"Geo Dipa tidak memerlukan izin yang berbentuk dokumen atau sertifikat yang memberikan izin secara khusus untuk mengelola wilayah panas bumi Dieng dan Patuha," kata Madjedi yang juga Arbitrator Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) itu.

Hal ini karena kewenangan/hak/izin yang dimiliki oleh Geo Dipa berasal dari rezim perizinan lama sebelum UU Panas Bumi diterbitkan dan perizinan Geo Dipa tersebut diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam keadaan yang sangat khusus.

Yaitu, berdasarkan Surat dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor S.436/MK.02/2001 tertanggal 4 September 2001, yang mana keputusan tersebut setara (equivalent) dengan hak penguasaan atas suatu wilayah kuasa pengusahaan. 

Apabila terdapat pihak yang meminta Geo Dipa untuk menunjukkan bukti kepemilikan wilayah kuasa pengusahaan panas bumi (secara tertulis) untuk wilayah Dieng dan Patuha, secara hukum, Geo Dipa pasti tidak akan dapat menunjukkan bukti tersebut karena, pada saat itu, wilayah kuasa pengusahaan panas bumi di Indonesia dikuasai oleh Pertamina.

"Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, apabila Bumigas meminta hal ini, maka Bumigas telah meminta sesuatu yang memang tidak mungkin ada dan dimiliki oleh Geo Dipa," katanya.

Apabila investor membutuhkan bukti izin Geo Dipa untuk mengelola wilayah panas bumi Dieng dan Patuha, hal ini dapat dilihat di dalam Keppres 22 Tahun 1981, yang telah diketahui oleh umum karena diumumkan pada berita negara, yang menyatakan bahwa wilayah panas bumi Dieng dan Patuha telah dikuasakan kepada Pertamina - sebagai salah satu pemegang saham Geo Dipa. 

Kemudian Madjedi Hasan menjelaskan soal perizinan usaha panas bumi di Indonesia secara panjang lebar yang diatur berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18/1974 yang diikuti dengan Keppres Nomor 22 Tahun 1981.

Keppres ini memberikan Kuasa Pengusahaan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Panas Bumi untuk pembangkitan energi di Indonesia kepada Pertamina serta memberikan kewenangan kepada Pertamina untuk bekerja sama dengan pihak ketiga untuk kegiatan tersebut. 

Pada 2003, UU Nomor 27/2003 tentang Panas Bumi diterbitkan. UU Panas Bumi mensyaratkan bahwa pengusahaan wilayah panas bumi, dilakukan dengan perizinan berbentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) Panas Bumi untuk suatu Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi (Wilayah Kerja Panas Bumi). 

"Namun, berdasarkan ketentuan peralihan UU Panas Bumi, kegiatan pengelolaan dan pengusahaan panas bumi (termasuk di Dieng dan Patuha), yang telah ada sebelum UU Panas Bumi diterbitkan, masih tetap berlaku," ujar Madjedi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×