kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,01   -1,74   -0.19%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Genjot skema pendanaan infrastruktur non-APBN


Senin, 13 Februari 2017 / 11:35 WIB
Genjot skema pendanaan infrastruktur non-APBN


Reporter: Agus Triyono, Handoyo | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pemerintah mendorong pembiayaan pembangunan infrastruktur melalui skema pembiayaan investasi non-APBN (PINA). Upaya ini dilakukan guna mencapai target kebutuhan anggaran infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang nilai totalnya mencapai Rp 4.796,2 triliun.

Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kennedy Simanjuntak mengatakan, tahun ini rencananya akan ada dua proyek tambahan yang akan menggunakan skema PINA. "Sektornya jalan tol atau energi," katanya, akhir pekan lalu.

Sayangnya, Kennedy masih enggan membeberkan dua proyek yang akan dibiayai dengan skema PINA. Yang pasti, kata dia, dua proyek infrastruktur yang direncanakan ini bakal melengkapi satu proyek yang sudah ditetapkan untuk menggunakan skema PINA. Proyek itu ialah pembangunan jalan tol yang dikerjakan PT Waskita Toll Road di 12 ruas jalan di Pulau Jawa dengan total pendanaan sebesar Rp 73,8 triliun.

Dalam skema ini, rencananya Waskita Toll Road akan mendapat suntikan dana sebagai penambah ekuitas dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), PT Taspen (Persero), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Sekadar informasi, PINA merupakan skema alternatif pembiayaan infrastruktur tanpa melibatkan anggaran pemerintah (APBN). Dalam skema pembiayaan ini, pemerintah hanya membantu dari sisi kebijakan, sehingga sebagian besar kebutuhan pendanaan proyek dapat memperoleh akses perbankan (bankable).

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bilang, selain sumber pembiayaan yang kini sudah ada, pemerintah juga akan mencari skema pembiayaan baru sebagai alternatif sumber dana infrastruktur. Kini, pemerintah tengah mewacanakan pemanfaatan dana kelolaan jangka panjang, seperti dana pensiun, untuk membiayai infrastruktur.

Selain PINA, skema pembiayaan yang juga menjadi harapan di sisa waktu RPJMN adalah kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan tiga proyek yang telah berhasil dilakukan tahun lalu, yakni proyek PLTU Batang, Palapa Ring, dan SPAM Umbulan, "Kami cukup percaya diri skema KPBU masih bisa dilakukan," kata Kennedy.

Tunggu realisasi

Para investor, menurut Kennedy, sudah mulai tertarik ikut serta membiayai proyek infrastruktur dengan dua skema pembiayaan itu. Namun, mereka masih menunggu contoh proyek yang telah berhasil diimplementasikan dengan menggunakan skema KPBU maupun PINA.

Dalam RPJMN tahun 2015–2019 disebutkan, kebutuhan pendanaan infrastruktur melalui APBN dan APBD hanya mampu menutupi sebesar 41,3% dari kebutuhan atau sekitar Rp 1.978,6 triliun. Sisanya diharapkan dari keterlibatan pendanaan BUMN sebesar 22,2% atau Rp 1.066,2 triliun. Sedangkan swasta sebanyak 36,5% atau sekitar Rp 1.751,5 triliun.

Hingga tiga tahun berjalan, pendanaan infrastruktur melalui dana pemerintah masih jauh dari harapan. Di tahun 2015, realisasi anggaran infrastruktur yang berasal dari APBN mencapai Rp 290 triliun, tahun 2016 sebesar Rp 313,5 triliun, dan tahun ini teralokasi sebesar Rp 346,6 triliun. Angka ini masih jauh dari kebutuhan yang mencapai lebih dari Rp 500 triliun.

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun bilang, skema pembiayaan investasi non-APBN harus dikembangkan. "PINA memiliki peran strategis untuk menyelamatkan pembangunan infrastruktur yang dicita-citakan Pak Jokowi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×