kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Butuh inovasi lain dari kebijakan LTV properti


Jumat, 17 November 2017 / 19:27 WIB
Butuh inovasi lain dari kebijakan LTV properti


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana memperluas relaksasi kebijakan rasio antara nilai kredit atau pembiayaan terhadap nilai agunan atau Loan to Value (LTV) untuk properti.

Tak hanya berdasarkan wilayahnya (spasial), relaksasi LTV juga akan dilakukan berdasarkan segmentasi properti. Misalnya, kredit properti untuk apartemen, rumah tapak, atau ruko.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, rencana kebijakan itu belum tentu bisa mendorong permintaan kredit properti. Jika LTV diperlonggar maka pembayaran down payment (DP) akan lebih rendah. Namun dengan tenor yang sama, konsumen akan terbebani oleh sisa cicilan kreditnya.

"Kecuali tenornya juga diperlama, misalnya menjadi sama dengan LTV 70% tetapi lama cicilannya 15 tahun," kata Lana kepada Kontan.co.id, Jumat (17/11).

Sebab lanjut Lana, pelonggaran LTV tahun 2015 dan 2016 lalu tidak berdampak terhadap industri properti. Jika pun ada kenaikan kredit properti baru-baru ini, hal itu disebabkan oleh banyaknya perbankan yang menurunkan bunga KPR, misalnya 7% fix selama tiga tahun.

Berdasarkan data BI, kredit konsumsi setiap kuartalnya di tahun lalu cenderung melambat sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit untuk apartemen tipe 22-70 dan tipe di atas 70.

Di kuartal pertama 2016, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 9,2% year on year (YoY), namun terus melambat hingga kuartal keempat hanya tumbuh 7,89% YoY.

Pertumbuhan kredit konsumsi baru naik di kuartal pertama dan kedua tahun ini masing-masing sebesar 9,11% YoY dan 11,43% YoY. Namun melambat lagi di kuartal ketiga 2017 menjadi 10,06% YoY.

Lana menyebut, relaksasi LTV yang telah dilakukan tetapi tidak memberikan dampak yang signifikan lantaran kemampuan pembelian properti kian turun. Pihaknya menghitung, di tahun 2007 silam orang bisa membeli rumah secara cash sebesar lima kali penghasilan setahun.

"Di tahun 2016, itu 12 kali penghasilan setahun baru bisa membeli rumah cash. Itu memperhitungkan PDB per kapita masyarakat Jakarta," tambah dia.

Lana juga mengatakan, relaksasi LTV di Provinsi Jakarta misalnya, bisa dilakukan untuk segmen rumah susun. Selain merelaksasi rasionya, ia berharap BI juga terus berinovasi kebijakan itu.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga tidak bisa memastikan, kombinasi LTV spasial dan LTV berdasarkan segmentasi properti bisa berdampak cepat terhadap pertumbuhan kredit.

Namun, Josua bilang relaksasi LTV bisa dilakukan untuk rumah tapak mengingat permintaannya yang masih besar.

Josua juga berpesan, "Meski BI melonggarkan, tetapi tidak melupakan prinsip kehati-hatian, risk management-nya, mengelola kredit macet menjadi salah satu pertimbangan," kata Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×