kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APOL lepas dari jerat PKPU


Senin, 30 Maret 2015 / 09:45 WIB
APOL lepas dari jerat PKPU
ILUSTRASI. Ini 6 Penyebab Kesemutan Setelah Berolahraga, Waspada Dehidrasi Akut


Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL). Permohonan restrukturisasi utang tersebut diajukan oleh tiga pemasok APOL, yaitu PT General Supply Asia, PT Roda Niaga Sukses, dan PT Spectech Internasional.

Ketua majelis hakim Wiwik Suhartono dalam amar putusannya mengatakan, pemohon I, II, dan III tidak dapat membuktikan dalil permohonan PKPU kepada APOL. "Pemohon tidak memenuhi persyaratan dalam Undang-undang Kepailitan dan PKPU," ujar Wiwik, pekan lalu.

Majelis hakim berpendapat, baik pemohon I, II, dan III tidak dapat membuktikan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada APOL. Sesuai dengan fakta persidangan, para pemohon tidak dapat menunjukkan surat-surat asli terkait utang tersebut.

Pemohon I, PT General Supply Asia, hanya mengajukan perjanjian pengalihan utang dari PT Surya Prima Bahtera ke APOL, namun pihaknya tidak merinci utang-utang yang mana dan tidak dapat memberikan bukti surat asli. Pemohon II, PT Roda Niaga Sukses, hanya dapat membuktikan adanya tagihan ke PT Surya Prima Bahtera dan tidak dapat menunjukkan bukti pengalihan utang ke APOL.

Sementara itu, pemohon III, PT Spectech Internasional, telah menyerahkan bukti invoice dan pengalihan utang kepada APOL, namun pemohon II tidak dapat membuktikan surat aslinya. Sehingga Majelis hakim menilai bukti lemah lemah dan tidak dapat menunjukkan adanya utang.

"Pemohon I, II, dan III tidak dapat membuktikan adanya utang yang telah jatuh waktu dan wapat ditagih kepada APOL. Sehingga persyaratan yang diatur dapal Pasal 222 ayat (3) Undang-undang No 37 Ahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menjadi tidak terpenuhi," ujar Wiwik dalam amat putusannya.

Sebelumnya, APOL memiliki kewajiban yang belum dibayarkan kepada PT Surya Prima Bahtera (SPB) yang disaat bersamaan SPB juga memiliki sejumlah utang kepada beberapa kreditur termasuk para pemohon PKPU. Sebagai jalan keluar, waktu itu disepakati perjanjian pengalihan utang yang dimiliki oleh SPB kepada APOL.

Pengalihan utang tersebut dicantumkan dalam perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada 1 November 2011 dan mendapatkan pengesahan dari PN Jakpus pada 10 November 2011. Termohom PKPU dalam jawabannya juga dapat membuktikan bila pihaknya telah membayar seluruh utangnya kepada  PT General Supply Asia dan PT Spectech Internasional.

Dengan tidak terbuktinya ada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, majelis hakim memutuskan untuk tidak memperhatikan persyaratakan permohonan PKPU lainnya, yakni adanya dua kreditur atau lebih seperti yang diatur dalam Pasal 222 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.

"Maka persyaratan lain tidak perlu diperhatikan. Untuk majelis hakim menolak permohonan PKPU dari para pemohon," ujar Wiwik di persidangan.

Kuasa hukum termohon, Adhistya Christyanto, mengapresiasi putusan majelis hakim yang telah menerima dan mengabulkan seluruh jawaban dan pembuktian yang diajukan oleh pihaknya. Menurutnya, permohonan PKPU ini memang salah alamat, bukan kepada APOL melainkan kepada PT Surya Prima Bahtera.

"Memang salah alamat. Kami bisa membuktikan melalui dokumen asli bahwa mereka tidak punya tagihan apapun ke APOL. Utang mereka, yang dialihkan ke kamu, sudah selesai dibayar semua," ujar Adhistya seusai persidangan.

Ia membenarkan bahwa APOL memiliki utang kepada PT Surya Prima Bahtera yang telah diselesaikan berdasarkan perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak. PT Surya Prima Bahtera merupakan badan hukum yang terpisah dengan APOL dan seluruh utangnya telah dibayarkan.

Secara terpisah, kuasa hukum para pemohon PKPU, Syahril menuturkan bahwa PT Surya Prima Bahtera masih merupakan anak perusahaan dari APOL. Ia membenarkan bahwa kliennya masih  mempunyai utang kepada PT SPB yang belum dibayarkan.

"Sekarang ini utang memang dijatuhkan kepada PT SPB sesuai dengan putusan ini. Tapi SPB ini kan masih anak perusahaan dari APOL. Jadi kami masih menunggu itikad baik dari mereka," Ujar Syahril kepada KONTAN.

Ia mengungkapkan bahwa APOL meminta waktu kepada pihaknya untuk menyelesaikan permasalahan utang ini dengan SPB dalam waktu dua minggu ke depan.  

Perkara dengan nomor 22/Pdt.Sus/PKPU/2015/PN.Jkt.Pst telah didaftarkan oleh para pemohon sejak 5 Maret 2015. APOL dinilai memiliki utang mencapai Rp 2 miliar yang berasal dari hubungan bisnis antara masing-masing pihak dengan APOL.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×