kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,80   -12,69   -1.37%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada dua pola pencalonan Pemilukada 2018


Senin, 09 Oktober 2017 / 20:51 WIB
Ada dua pola pencalonan Pemilukada 2018


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) 2018 mulai terasa gaungnya. Ada 171 daerah, termasuk 17 provinsi dimana 3 provinsi berada di jawa yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur diperkirakan akan miliki pertarungan sengit.

Di Jawa Barat bursa pencalonan akan diisi nama Walikota Ridwan Kamil, Wakil Gubernur Deddy Mizwar, Bupati Purwakarta Deddy Mulyadi hingga artis Desy Ratnasari.

Sementara di Jawa Tengah akan ada nama seperti patahana Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmiko, Mantan Menteri ESDM Sudirman Said, dan Wakil Ketua Umum Gerindra Feri Juliantono.

Sedangkan di Jawa Timur ada nama Walikota Surabaya Tri Risma Harini, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, hingga Menteri Sosial Khofifah Indar Prawansa.

Melihat nama-nama calon yang mulai terkuak ke publik, pengamat politik dari CSIS J Kristiadi mengungkapkan ada dua pola utama pencalonan dalam Pemilukada 2018 kelak.

“Ada dua pola yaitu, pertama mereka memiliki interest kekuasaan, dan mereka yang sekadar punya kesempatan politik,” kata Kristiadi dalam sambungan telepon kepada KONTAN, Senin (9/10).

Ia mencontohkan para calon yang memiliki interest kekuasaan misalnya muncul dari para pemimpin daerah yang terbukti miliki kinerja baik. Ridwan Kamil, Deddy Mulyadi, Tris Risma Harini misalnya. Para nama ini menurut Kristiadi miliki kans besar dalam pertarungan Pemilukada 2018.

“Ada harapan atas calon seperti itu. Dan harus ada studinya di dalam zaman jahiliyah masih ada orang baik, dimana ia ingin memimpin lebih besar setelah miliki kinerja baik yang diyakini masyarakat,” lanjut Kristiadi.

Para pemimpin daerah ini dinilai Kristiadi juga menjadi bukti bahwa ternyata pembangunan Indonesia muncul dari 'pulau politik' bukan dari pusat. “Masyarakat tentu harus menjaga pemimpin-pemimpin seperti ini,” kata Kristiadi

Sedangkan pola kedua muncul misalnya dari nama-nama seperti Desy Ratnasari, Abdullah Gymanstiar, hingga para patahana seperti Ganjar Pranowo, hingga para pendamping pemimpin sebelumnya seperti Deddy Mizwar, Saifullah Yusuf, atau Menteri Khofifah.

Mereka punya kesempatan lantaran sebelumnya memang telah berada di kekuasaan dalam lokus yang lebih besar. Meski demikian nama-nama tersebut bukan berarti tanpa halangan “Khusus untuk Pak Ganjar misalnya, kasus semen di Rembang tentu akan jadi kendala serius,” lanjut Kristiadi.

Hoax dan politik uang

Bagaimanapun konstestasinya kelak, Kristiadi mengingatkan bahwa akan ada tantangan besar dalam Pemilukada mendatang.

Pertama adalah soal Hoax, Kristiadi mengingatkan bagaimana banyak media abal-abal, termasuk di media digital yang akan menjamur menjelang Pemilukada.

“Jangan sampai para nama-nama yang berpotensi ini kemudian malah digasak hoax,” kata Kristiadi.

Selain soal Hoax, Kristiadi juga menyebut soal politik uang. Ia menjelaskan bagaiamana kekuatan-kekuatan politik dominan yang miliki modal besar rawan menggunakan cara-cara seperti ini.

“Dimulai dengan Hoax, politik uang bisa jadi mengubah opini masyarakat misaknya untuk tak memilih calon A, pilihlah calon B,” tambah Kristiadi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×