Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Terbitnya Undang-Undang No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) membuat Indonesia menyongsong era baru dalam tata kelola pemerintahan serta dan reformasi birokrasi.
Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TI-RBN), Sofian Effendi mengatakan, UU ASN ini memiliki berbagai tujuan. Salah satunya adalah memberantas praktik jual beli formasi Calon PNS (CPNS) dan jabatan.
Pasalnya, menurut Sofian, transaksi jual beli dalam formasi CPNS kerap terjadi dengan nilai yang cukup besar. Ironisnya, praktik tak terpuji tersebut sulit diberangus.
"Diperkirakan setiap tahun transaksi jual beli posisi dan jabatan CPNS ini mencapai Rp 30 triliun per tahun," ujar Sofian dalam paparan Focus Group Discussion di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Selasa (4/3).
Menurut Sofian, asumsi perkiraan nilai transaksi itu didasarkan pada rekruitmen CPNS setiap tahun yang rata-rata 400.000 posisi. Jika pola rekrutmen murni itu maksimal 200.000 posisi dan tiap posisi ditransaksikan sekitar Rp 150 juta, maka muncul angka Rp 30 triliun.
Bahkan, menurut Sofian, kursi jabatan PNS di daerah bisa diperjualbelikan hingga miliaran rupiah. Hal ini yang membuat reformasi birokrasi selama ini tak berjalan dan tak ada motivasi untuk bersaing ke arah yang lebih baik.
Rekrutmen transaksional seperti ini membuat birokrasi nasional menjadi tak berkualitas dan minim daya saing, sehingga pelayanan kepada masyarakat tak maksimal.
"UU ASN akan memberangus praktik ini karena nantinya rekrutmen dilakukan secara terbuka dan transparan serta masyarakat bisa mengadukan jika terjadi transaksi seperti ini kepada Komisi ASN (KASN)," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News