kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Warga mulai tak tenang, Sinabung terus meletus


Jumat, 10 Oktober 2014 / 21:22 WIB
Warga mulai tak tenang, Sinabung terus meletus
ILUSTRASI. Promo McD spesial 30 April 2023, Beli 1 Gratis 1 menu cheeseburger deluxe


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

MEDAN. Meski rumahnya berjarak sekitar 5 kilometer dari puncak Gunung Sinabung, Muhammad Jaga Sitepu (67), mengaku tidak berani tidur di dalam rumahnya. Warga Desa Kuta Gugung was-was kalau dampak letusan sampai ke wilayahnya.

Tidak hanya dia dan keluarganya, Sitepu bilang, nyaris semua warga Desa Kuta Gugung, Kecamatan Naman Teran, bergadang dan tidur di luar rumah dengan membuat api unggun. Pasalnya, erupsi Sinabung yang terjadi kemarin malam cukup besar sehingga membuat mereka tak tenang tidur di dalam rumah.

"Semalam kami warga Desa Kuta Gugung, warga Desa Kuta Rayat dan warga Desa Kebayeken nggak ada yang tidur. Kami nggak berani tidur di dalam rumah, semua hidupkan api (bakar kayu) diluar rumah masing-masing sambil melihat-lihat ke arah gunung," aku Sitepu saat dihubungi Tribun Medan, Kamis (9/10) petang.

Sitepu menyebut, suara yang terdengar dari gunung bagaikan suara orang tidur yang sedang mendengkur. "Suara gemuruhnya macam suara ngorok," tukasnya.

Meski hari ini sudah berani masuk ke dalam rumah, Sitepu bilang, abu vulkanik yang menyelimuti atap rumah mereka cukup tebal. Hingga sore tadi awan panas masih terus 'muntah' dari kubah Sinabung. 

"Sekarang memang sudah di rumah. Tapi abu vulkaniknya yang keluar dari puncak gunung masih tebal. Atap-atap rumah yang baru diganti sudah putih semua, rumput-rumput sudah putih ditutup abu vulkanik," ujar Sitepu, yang mengaku belum punya rencana mengungsi ke tempat lain. "Ya masih di rumah ajalah Pak. Mau cemmana kami lagi," tambahnya.

Karena tebalnya abu vulkanik, Sitepu mengaku sudah empat hari tidak berani ke ladang. "Tebal kali abu di sini, kami enggak bisa ke ladang. Jarak ladang saya dari gunung sekitar 3 km lah. Jadi mulai Senin sore sampai hari ini, nggak bisa-bisa ke ladang," ujar Sitepu.

Di ladangnya itu, Sitepu mengaku sudah menanami buncis, kol, kentang, dan sayur putih yakin tanaman-tanamannya tersebut sudah rusak akibat abu vulkanik yang tebal.

"Kalau tanaman muda (yang kecil-kecil) sudah pasti rusak lah itu. Karena sudah tebal kali abunya. Kalau tanaman saya rusak, saya perkirakan kerugian yang sekarang saya alami kurang lebih Rp 10 juta. Memang sudah banyak yang mengeluh kami ini," sebut dia.

Sitepu mengatakan, abu tebal juga sudah menutupi jalan-jalan raya dicsekitar tempat tinggalnya. "Bukan hanya di ladang, di jalan raya pun sudah tebal kali abunya. Kalau mobil lewat sudah langsung putih semua," katanya.

Sitepu berharap bisa segera turun hujan lebat, supaya abu-abu yang menempel diatap rumah maupun yang menutupi perladangan segera jatuh. "Kami harap bisa hujan lebat supaya jatuh abunya. Kalau tanaman yang sudah rusak meskipun hujan ya nggak bisa selamat lagi itu," tukas dia.

Sementara itu, warga lainnya, Nasution, warga Desa Parteguhan, Kecamatan Simpang Empat, mengatakan 'hujan' abu vulkanik sudah 'mengucur deras' hingga ke Brastagi. "Wah... Brastagi sudah abu semua ini. Arah abu vulkaniknya ke Brastagi," katanya. (Feriansyah Nasution)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×