Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Para ekonom menilai target pemerintah untuk menggeber penyerapan belanja negara dalam dua bulan terakhir 2025 akan sulit tercapai. Tekanan terhadap ekonomi riil dan perencanaan anggaran yang dinilai kurang matang menjadi hambatan utama dalam mengejar realisasi belanja hingga akhir tahun.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam APBN Kita Edisi November 2025, melaporkan bahwa hingga 31 Oktober 2025, realisasi belanja pemerintah pusat baru mencapai Rp 1.879,6 triliun, atau 70,6% dari outlook Laporan Semester (Lapsem). Artinya, pemerintah harus mengejar sekitar Rp 783,8 triliun dalam waktu November–Desember.
Di sisi lain Kemenkeu menegaskan tidak akan merelokasi anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang masih rendah dan lambat belanjanya, dan berupaya mendorong K/L dapat mempercepat penyerapan belanja di sisa dua bulan terakhir (November-Desember).
Baca Juga: Ketidakstabilan Ekonomi Picu Ancaman Keamanan Bisnis dan Eksekutif Perusahaan di RI
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai, peluang pemerintah mengebut penyerapan belanja akan sulit di sisa dua bulan terakhir ini. Menurutnya, rendahnya serapan anggaran bukan sekadar masalah teknis, tetapi terkait pola perencanaan yang sejak awal tidak stabil.
"Efisiensi dan utak atik anggaran (belanja) di awal tahun yang menyebabkan K/L sulit untuk merumuskan programnya. Saya rasa tidak akan banyak (terserap)," ungkap Riefky kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).
Riefky menekankan hal ini seharusnya menjadi evaluasi besar dalam siklus perencanaan anggaran tahun-tahun berikutnya.
"Perencanaan anggaran tidak bisa diutak atik secara masif tengah tahun dan perlu perencanaan yang lebih matang," ujarnya.
Dari sisi ekonomi makro, tekanan pada sektor riil ikut mempersempit ruang fiskal. Ekonom Bright Institute Yanuar Rizky menduga Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada akhirnya menyadari bahwa tak mudah untuk melakukan relokasi anggaran K/L di saat ekonomi sektor rill juga sedang lesu.
"Dari sisi realistis saya rasa menkeu mulai menyadari tak semudah yang dia katakan di awal menjabat, problem utamanya memang mesin ekonomi riil sedang dalam tekanan," ungkap Yanuar kepada Kontan.
Baca Juga: Banyak Capital Outflow, Pertumbuhan Uang Beredar Melambat
Menurut Yanuar, saat mesin ekonomi rill sedang dalam tekanan, penerimaan negara juga akan di bawah target. Sehingga otomatis pemerintah akan menjaga keseimbangan primer alamiah dengan menahan realsiasi belanja K/L dan realokasi anggaran besar-besaran.
Menurut dia, upaya pemerintah untuk mengakselerasi belanja pada akhir tahun tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi yang tidak mendukung.
“Dalam situasi pelemahan seperti ini, yang bisa dilakukan ya survival (bertahan) saja. Dorongan-dorongan belanja itu hanya retorika,” kata Yanuar.
Selanjutnya: Pekan Depan Black Friday, Pergerakan Bursa AS Fokus ke Belanja Konsumen
Menarik Dibaca: 15 Makanan Penurun Kolesterol yang Paling Cepat, Terong Salah Satunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













