kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wah! Keabsahan UU OJK digugat ke MK


Kamis, 27 Februari 2014 / 17:52 WIB
Wah! Keabsahan UU OJK digugat ke MK
ILUSTRASI. Jadwal Closed Qualifier Mobile Legends Piala Presiden Esports 2022 dan Daftar Tim


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa mendaftarkan gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal yang diuji merupakan 'jantung' dari keberadaan OJK. Anggota Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa Salamuddin Daeng mengatakan, frasa 'independensi' dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU OJK bertentangan dengan ketentuan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945.

Menurutnya, frasa 'independensi' dalam konstitusi hanya dimungkinkan dengan melalui bank sentral, bukan OJK. "Independensi itu hanya dikenal melalui turunan regulasi yang merujuk dan mengacu pada ketentuan Pasal 23D UUD 1945, yang dapat dimungkinkan adanya bank sentral yang independen," kata Salamuddin di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/2).

Pasal 1 angka (1) UU OJK menyebutkan, 'Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU ini'.

Dengan begitu, frasa 'independen' dalam Pasal 1 angka (1) UU OJK tersebut tidak ada cantolannya dalam konsideran UU OJK. Dimana, dasar pijakannya antara lain pada Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Sedangkan Pasal 33 ayat (4) berbunyi, 'Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional'.

"Dengan begitu, OJK tak mungkin independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Sebab, konsideran UU OJK yang menggunakan Pasal 33 UUD 1945 sebagai cantolan, mengharuskan OJK terintegrasi dengan sistem perekonomian yang diamanatkan konstitusi," katanya.

Ia menyebutkan, merujuk ketentuan Pasal 33 UUD 1945, yang memungkinkan independen hanyalah bank sentral. Namun, menurut Salamuddin, entitas OJK bukan turunan dan/atau lembaga operasional dari fungsi dan tugas bank sentral.

"Apalagi, tugas OJK juga mencakup tugas Bapepam LK. Dengan begitu, frasa independen bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945," jelasnya.

Atas dasar itu, Salamuddin menilai, pengawasan dan pengaturan perbankan di OJK adalah inkonstitusional. "Dengan demikian, Bank Indonesia (BI) lebih memiliki landasan konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank," katanya.

Ia menjelaskan, keberadaan fungsi pengawasan dan pengaturan OJK di sektor perbankan, pasar modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) hanya bersumber dari aturan yang ada di bawah UUD 1945.

Misalnya, pengawasan dan pengaturan pasar modal didasarkan pada UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sedangkan sektor IKNB misalnya perasuransian, berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Untuk sektor lainnya, diatur dalam lingkup Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK). Sedangkan pengawasan dan pengaturan bank oleh OJK dibentuk dari amanat Pasal 34 ayat (1) UU No. 3 tahun 2004 tentang BI.

Untuk itu, pengawasan dan pengaturan OJK di sektor jasa keuangan hanya berlaku bagi perbankan, tidak untuk sektor pasar modal ataupun IKNB.

Salamuddin optimistis, pengajuan uji materi akan diterima MK. Hal ini dikarenakan legal standing Salamuddin dan Suryono yang merupakan seorang pembayar pajak dan nasabah dari perbankan yang diatur dan diawasi oleh OJK. "Saya yakin (legal standing diterima MK)," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×