Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tingginya utang jatuh tempo baik pemerintah maupun swasta di bulan September dikhawatirkan bakal membuat rupiah kian tertekan. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, pada September biasanya permintaan dolar Amerika Serikat (AS) melejit, seperti bulan Maret dan Desember.
Hanya saja, menurut Lana, pelambatan ekonomi akan membuat perusahaan mencari cara melakukan restrukturisasi utang dibandingkan membayar utang jatuh tempo. "Mungkin bunga tetap bayar tapi pokoknya bisa dimundurkan," katanya, Senin (24/8).
Di September, rupiah lebih tertekan kondisi eksternal seperti kenaikan suku bunga AS dan kondisi ekonomi China, dibanding kondisi internal. Alhasil rupiah akan lebih lama di level Rp 13.800-Rp 14.000 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengakui, ada utang jatuh tempo di bulan September, namun tidak sebesar Juni dan akhir Desember. "Utang jatuh tempo bulan Juni lebih besar karena ada pembayaran dividen," kata Tirta, tanpa mau menjelaskan nilainya.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, sisa utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah hingga akhir 2015 mencapai Rp 47 triliun. Dari Rp 47 triliun tersebut, Dirjen DJPPR Kemkeu Robert Pakpahan juga tak mau menjelaskan berapa utang yang jatuh tempo di September. Robert bilang, utang jatuh tempo pemerintah masih dalam taraf aman.
Saat ini total outstanding utang pemerintah pusat pada akhir Juli 2015 adalah Rp 2.911,41 triliun. Sebanyak 56% dalam bentuk rupiah, 31% dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS), 8% dalam bentuk yen, 3% dalam bentuk euro, dan mata uang lainnya.
Besarnya utang dalam dolar AS membuat utang melonjak akibat rupiah longsor. "Meski nilai utang dolar naik, pemerintah punya pendapatan dolar dari minyak," ujar Robert. Jadi pemerintah merasa tidak perlu melakukan hedging terhadap utang dolar. Pemerintah justru akan meng-hedge utang euro dan yen karena pemerintah tak punya pendapatan dalam euro dan yen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News