kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.491.000   8.000   0,32%
  • USD/IDR 16.757   21,00   0,13%
  • IDX 8.610   -8,64   -0,10%
  • KOMPAS100 1.188   4,72   0,40%
  • LQ45 854   1,82   0,21%
  • ISSI 307   0,26   0,08%
  • IDX30 439   -0,89   -0,20%
  • IDXHIDIV20 511   -0,15   -0,03%
  • IDX80 133   0,33   0,25%
  • IDXV30 138   0,47   0,34%
  • IDXQ30 140   -0,47   -0,33%

Upaya Pemerintah Dorong Transformasi Subsidi dan Efisiensi Industri Pupuk


Sabtu, 20 Desember 2025 / 12:37 WIB
Upaya Pemerintah Dorong Transformasi Subsidi dan Efisiensi Industri Pupuk
ILUSTRASI. Dorong Penebusan Pupuk Subsidi, Pupuk Indonesia Gelar Tebus Bersama di Lampung Tengah (Dok/PT Pupuk Indonesia (Persero)). Perpres Nomor 113 Tahun 2025 sebagai revisi atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. ?


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 sebagai revisi atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. 

Aturan baru ini menegaskan komitmen pemerintah memperbaiki sistem subsidi pupuk sekaligus mendorong efisiensi dan daya saing industri pupuk nasional.

Perpres 113/2025 menjadi pijakan penting transformasi kebijakan pupuk dari skema subsidi berbasis output menuju subsidi input yang dinilai lebih berkelanjutan. Arah kebijakan ini diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan struktural yang selama ini membebani industri pupuk nasional.

Komitmen tersebut mengemuka dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk Penguatan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Pasca Terbitnya Perpres 113 Tahun 2025 yang digelar di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Baca Juga: Pupuk Indonesia: Perpres 113/2025 Jadi Titik Balik Efisiensi Industri Pupuk Nasional

Mewakili Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Kepala Seksi Pupuk Bersubsidi Yustina Retno Widiati menjelaskan, terdapat perbedaan mendasar antara Perpres 113/2025 dan aturan sebelumnya, khususnya pada Pasal 14 dan 148. Salah satu terobosan penting adalah dibukanya peluang ekspor pupuk non-subsidi.

“Dulu ekspor pupuk tidak diperbolehkan, sekarang dimungkinkan. Ini menjadi insentif positif bagi industri pupuk nasional,” ujar Yustina dalam siaran pers.

Ia menambahkan, jika Perpres 6/2025 lebih berorientasi pada perlindungan petani, Perpres 113/2025 memberikan kepastian usaha sekaligus dorongan bagi produsen pupuk. Dengan demikian, keseimbangan antara kepentingan petani dan industri dapat terjaga.

Dari sisi tata kelola, Yustina menilai mekanisme pendataan dan penyaluran pupuk bersubsidi saat ini sudah berjalan lebih terstruktur. 

Kebutuhan pupuk disusun oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), diinput ke dalam sistem digital, diverifikasi secara berjenjang hingga tingkat kabupaten/kota, lalu ditetapkan dalam data elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

Baca Juga: PTKS 2025 Dorong Transformasi Teknologi untuk Industri Sawit Berkelanjutan

Pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi pada 6 Desember 2025 sebesar 9,5 juta ton untuk sektor pertanian dan sekitar 297.000 ton untuk perikanan. Total anggaran subsidi pupuk yang disiapkan untuk tahun 2026 mencapai Rp 46 triliun.

Untuk tahun depan, alokasi pupuk subsidi pertanian tetap sebesar 9,5 juta ton. Hingga Desember 2025, data penerima tercatat sekitar 14,1 juta nomor induk kependudukan (NIK) untuk sektor pertanian dan sekitar 101 ribu NIK untuk perikanan.

Menurut Yustina, penerbitan Perpres 113/2025 merupakan respons atas berbagai inefisiensi yang selama ini menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemerintah ingin memastikan industri pupuk kembali bergairah melalui kebijakan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

“Selama ini kondisi sebagian perusahaan pupuk nasional kurang ideal. Melalui peralihan ke subsidi input, mulai 2029 diharapkan industri pupuk dalam negeri semakin kuat,” ujarnya.

Baca Juga: Pupuk Indonesia Genjot Revitalisasi Industri untuk Perkuat Ketahanan Pangan

Saat ini, skema subsidi input masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Keuangan, mengingat karakter subsidi input berbeda dengan subsidi barang dan jasa lainnya. 

Selama payung hukum belum lengkap, pemerintah masih menggunakan skema subsidi yang berlaku saat ini. Adapun Peraturan Menteri Pertanian sebagai aturan turunan tengah difinalisasi, sementara pedoman teknis di tingkat direktorat jenderal telah disiapkan.

Dari sisi lapangan, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Yadi Sofyan menilai kebijakan pupuk saat ini berada di jalur yang tepat. Ia menyebut dampak transformasi mulai terasa, ditandai dengan peningkatan produksi pupuk nasional dari sekitar 30,5 juta ton menjadi 34,77 juta ton.

“Dari sekitar 30 kantor perwakilan KTNA di daerah, hampir tidak ada keluhan terkait distribusi pupuk bersubsidi. Kalau pun ada, biasanya karena petani belum masuk e-RDKK,” kata Yadi.

Baca Juga: Pupuk Indonesia gandeng Petronas Chemicals Dorong Hilirisasi Industri Pupuk

Ia juga mengapresiasi penyederhanaan administrasi penebusan pupuk yang kini cukup menggunakan KTP, sehingga memudahkan petani. Meski demikian, Yadi menekankan pentingnya pengawalan kebijakan secara kolaboratif agar manfaatnya benar-benar dirasakan petani.

Senada, Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Mulyono Makmur menilai Perpres 113/2025 sebagai bagian dari upaya pembenahan besar tata niaga pupuk nasional. Meski masih memerlukan penguatan di tingkat implementasi, arah kebijakan dinilai sudah tepat.

Ia berharap penguatan koperasi desa dapat menjadi penggerak utama ekosistem pertanian modern, didukung oleh lembaga keuangan, offtaker, serta penyuluh pertanian. “Dengan tata kelola yang semakin baik, pupuk bisa menjadi pilar penting ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

Selanjutnya: Bupati Bekasi dan Ayahnya Jadi Tersangka KPK, Begini Modusnya!

Menarik Dibaca: Lipstik Berubah Warna? Ini 4 Ciri-Ciri Lipstik Kedaluwarsa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×