kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.471   -8,29   -0,11%
  • KOMPAS100 1.155   0,80   0,07%
  • LQ45 915   1,71   0,19%
  • ISSI 226   -0,58   -0,26%
  • IDX30 472   1,50   0,32%
  • IDXHIDIV20 570   2,43   0,43%
  • IDX80 132   0,27   0,20%
  • IDXV30 140   1,10   0,79%
  • IDXQ30 158   0,52   0,33%

Trump keberatan Indonesia tarik pajak digital, bagaimana sikap DJP?


Senin, 08 Juni 2020 / 17:38 WIB
Trump keberatan Indonesia tarik pajak digital, bagaimana sikap DJP?
ILUSTRASI. Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS) Donanld Trump keberatan dengan penerapan pajak digital yang sudah dan akan diterapkan oleh sejumlah negara seperti Inggris, Spanyol, Austria, Republik Ceko, Brasil, India, Turki, termasuk juga Indonesia. 

Perwakilan Dagang United States Trade Representative (USTR) Robert Lighthizer menyampaikan untuk menindaklanjuti arahan Trump, pihaknya akan menjalankan investigasi ke negara-negara terkait. Sebab menurutnya, pajak transaksi elektronik (PTE) saat ini cenderung tidak adil dan diskriminatif terhadap perusahaan-perusahaan digital asal AS. 

Baca Juga: Pemerintah butuh dana segar untuk tambal defisit APBN, ini kata ekonom

Lighthizer menyebut bila investigasi menemukan adanya pemungutan pajak yang diskriminatif, maka Negeri Paman Sam tidak segan untuk melakukan tarif pembalasan yang bakal diterapkan sebelum akhir tahun.

"Presiden (Donald) Trump khawatir bahwa banyak mitra dagang kami mengadopsi skema pajak yang dirancang untuk menargetkan perusahaan kami secara tidak adil. Kami siap untuk mengambil semua tindakan untuk membela bisnis dan kepentingan kami dari diskriminasi semacam itu," kata Lighthzer, dikutip dari Reuters, Jumat (5/6).

Kendati mendapat ancaman dari AS, pemerintah Indonesia nampaknya belum mau buka suara. Yang jelas per tanggal 1 Juli nanti, Indonesia bakal menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atas nilai barang/jasa digital dengan thresh hold tertentu. 

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/ atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Baca Juga: Penasaran dengan perhitungan pemotongan gaji karyawan setelah ada Tapera?

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) John Gutagaol sebelumnya menyebutkan, setelah pemerintah berhasil menarik PPN atas perdagangan elektronik, otoritas pajak akan pararel mengenakan pajak penghasilan (PPh) atau PTE perusahaan digital. 

Hanya saja, pemerintah masih menunggu konsensus global terkait nasib pajak digital. Sayangnya, kesepakatan lebih dari 137 negara/yurisdiksi termasuk Indonesia di dalamnya, akan molor dari waktu sebelumnya yang dijadwalkan berlangsung di bulan ini.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×