kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.445   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.107   66,36   0,94%
  • KOMPAS100 1.034   12,73   1,25%
  • LQ45 806   9,73   1,22%
  • ISSI 223   1,91   0,86%
  • IDX30 421   5,94   1,43%
  • IDXHIDIV20 502   10,81   2,20%
  • IDX80 116   1,41   1,23%
  • IDXV30 120   2,66   2,27%
  • IDXQ30 138   2,04   1,50%

TKA jadi penghalang insinyur lokal


Rabu, 17 Agustus 2016 / 19:25 WIB
TKA jadi penghalang insinyur lokal


Reporter: Handoyo | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) dikeluhkan menjadi penghalang terciptanya insinyur lokal. Pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah juga belum dirasakan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja profesional lokal. Apa lagi bahan baku yang digunakan mayoritas merupakan lisensi dari principal, sehingga tidak dibutuhkan sebuah penelitian dan pengembangan (riset and development).

Kebutuhan tenaga ahli untuk perencanaan riset menjadi tidak banyak. "Sehingga tidak butuh insinyur. Sudah ada RnD dari principal, tinggal ambil," kata Anggota Tim Ahli Keinsinyuran Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Faizal Safa, belum lama ini.

Skema pembangunan proyek infrastruktur dengan menggunakan pinjaman luar negeri atau loan juga menjadi masalah. Pasalnya, negara-negara donor tersebut akan mensyaratkan untuk menggunakan teknologi dan tenaga kerja mereka.

Dari beberapa persoalan itu, maka ketertarikan masyarakat untuk mengeluti dunia kerja di bidang keinsinyuran berkurang. Faizal menghitung, dari 48.000 lulusan sarjana teknik pertahun, hanya separuhnya yang bekerja sesuai dengan bidangnya.

DIbandingkan dengan beberapa negara tetangga, jumlah insinyur di Indonesia juga rendah. Idealnya, dalam 1 juta populasi masyarakat terdapat 10.000 insiyur. Namun pada kenyataanya saat ini hanya 1:3.000 saja. "Di Korea Selatan saja sudah 1:25.000," ujar Faizal.

Dalam konteks ketenagakerjaan, negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) kompetitif pula yang akan memenangkan iklim kompetitif ketenagakerjaan. SDM tersebutlah yang nantinya akan mengelola segala sumber daya yang dimiliki suatu negara. Sehingga keberadaan SDM kompetitif merupakan salah syarat utama bagi suatu negara untuk bisa bersaing dengan negara lainnya.

Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri mengatakan, keterbukaan hubungan antar bangsa dan negara dalam berbagai konteks yang ada saat ini telah memberikan iklim yang kompetitif antar negara. Oleh karena itu, hanya negara kompetitif yang dapat menjadi pemenang dalam kompetisi yang ada dalam berbagai konteks hubungan antar negara.

Saat ini, Indonesia menjadi negara yang terikat dengan hubungan keterbukaan ekonomi, salah satunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam konteks MEA tersebut, keterbukaan akan keluar masuknya barang dan jasa mewarnai pasar bebas tersebut.

“Selanjutnya hanya negara yang memiliki produktivitas tinggi yang akan memenangkan persaingan. Serta hanya negara yang memiliki SDM yang kompeten, SDM yang berdaya saing yang dapat mengoptimalkan seluruh aktivitas pengelolaan sumber daya yang dimiliki bangsa untuk memenangkan persaingan itu,” kata Hanif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×